Selasa, 19 Januari 2010

Tipudaya Dunia

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
[Qs. Al Ankabut: 64]

Raphel De Rotschild-cucu orang super kaya Prancis, Elie De Rotschild—ditemukan tewas mengenaskan di apartemen mewahnya di New York. Ahli waris dinasti finansial raksasa Yahudi itu tidak mampu menahan kelebihan overdosis narkotika di usia mudanya, 23 tahun.

Mengapa Merokok Haram...?

“Dan belanjakanlah di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Dalam literatur fiqih Islam klasik, masalah rokok tidak pernah ditulis. Kemungkinan besar karena rokok di zaman itu belum lagi dikenal. Baru pada beberapa abad yang lalu peradaban manusia mengenal rokok. As-Syeikh Ali Thanthawi mengatakan bahwa rokok di negerinya baru dikenal 1.000-an tahun yang lalu.
Itu pun belum lagi diketahui sejauh mana bahayanya pada kesehatan. Karena itu bila kita mengacu pada literatur klasik, tidak kita temukan pernyataan mereka tentang rokok.

Senin, 18 Januari 2010

10 Bahan Makanan Aneh yang Dikonsumsi Manusia

Mengejutkan! Daftar ini memuat 10 bahan makanan yang tidak biasa. Mungkin anda baru tahu kalau emas, aspal cair, permis untuk pengkilap meuble, bahkan kotoran hewan bisa menjadi bahan makanan. Malah permis digunakan dalam kembang gula (permen coklat) yang sering kamu makan. Nggak percaya? Nah berikut ini 10 bahan makanan yang kategori tidak biasa.

Minggu, 17 Januari 2010

Menggunjingkan Kebaikan, bukan Keburukan

Dalam suatu majlis, seorang ulama besar dipuji oleh jamaahnya. Sifatnya yang baik disanjung-sanjung, dan kebajikannya dibesar-besarkan sampai ulama tersebut merasa malu.

"Cukuplah saudara-saudara," kata sang ulama untuk menghentikan sanjungan, "Sesungguhnya saya ini tak lebih bagaikan burung merak."

"Apa maksud kiai?"

"Ya, merak dipuji karena bulunya yang bagus. Tapi burung itu sendiri malu karena kakinya yang pendek. Begitu pula yang terjadi pada diri saya. Kalian hanya tahu kebajikan saya karena kalian dapat melihat dengan mudah. Segalanya memang terbuka, tetapi kalian tidak dapat melihat kekurangan dalam hati saya dan berbagai cacat yang tersembunyi. Cuma saya yang tahu.

Selasa, 12 Januari 2010

Tangga-tangga Cinta

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
(QS. At Taubah : 24)

Yang Manakah Anda.... ?

Siapakah orang yang sibuk ?
Orang yang sibuk adalah orang yang tidak mengambil pusing akan waktu shalatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s.

Siapakah orang yang manis senyumannya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang di timpa musibah lalu dia kata "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu sambil berkata, "Ya Rabbi Aku ridha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.

Tragedi Terbesar Bagi Dunia Islam

Satu peristiwa tragis yang merupakan tragedi terbesar bagi Dunia Islam yang dilupakan oleh Umat Islam adalah peristiwa 3 Maret 1924, secara resmi kekhilafahan Islam dibubarkan oleh seorang pemberontak bernama Mustafa Kamal Attatruk, seorang pencetus dan pendiri gerakan politik Al-Ittihad wa al-Taraqqi pada tahun 1909 yang bersifat Nasionalis Sekuler.

Langkah Setan Menelanjangi Wanita

Setan dalam menggoda manusia memiliki berbagai macam strategi, dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su'). Setan tahu persis kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian musli-mah. Berikut ini tahapan-tahapannya.

Kisah Ashabul Ukhdud

Kisah ini terdapat di dalam shahih Muslim jilid 4/hadits no. 2005, dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ada seorang raja yang hidup sebelum kalian. Dia mempunyai seorang tukang sihir. Tatkala tukang sihir tersebut usianya telah tua renta, dia berkata kepada sang raja, "Sesungguhnya aku telah tua, maka kirimkanlah seorang pemuda kepadaku untuk aku ajari sihir!" Maka dikirimlah seorang pemuda kepadanya untuk diajari sihir.”

Khilafah dalam Tinjauan Syar’i

Kesadaran terhadap penegakkan khilafah, belakangan ini semakin mengemuka. Ditandai semakin maraknya kelompok-kelompok islam yang menyerukan kepada umat Islam agar bersatu padu dalam satu wadah ‘khilafah’. Hal ini tidak terlepas dari upaya keji kaum Zionis Yahudi dan Nasrani yang kian hari semakin brutal memerangi muslimin dimanapun berada.

Khilafah, Negara, dan Kerajaan, Sebuah Paradoks

Gencarnya gerakan Ghozwul Fikri yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam telah membuat beberapa konsep syariat Islam yang begitu fundamental dikalangan muslimin menjadi bias pengertiannya. Seperti halnya dengan kekhilafahan (kepemimpinan sentral muslimin) oleh sebagian muslimin telah salah diartikan bahkan banyak dilupakan. Mereka beranggapan bahwa kekhilafahan merupakan konsep kenegaraan, atau kerajaan, bukan nubuwwah/wahyu.

Kewajiban Beribadah

“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepda-Ku.”
(QS. Adzariyat : 56)

Manusia dan Jin diciptakan di dunia ini tidak sia-sia apalagi sekedar bermain-main. Tugas utama yang diemban adalah untuk beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ada beberapa hal yang mewajibkan manusia untuk beribadah kepada-Nya antara lain;

Puasa Bulan Muharam

"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat malam."
(HR Muslim)

Ketegasan Khalifah Umar

Khalifah Umar berkhutbah di hadapan manusia untuk pertama kalinya sejak mendapat amanah sebagai khalifah seraya mengatakan, “Aku mendapatkan kabar bahwa manusia takut terhadap ketegasanku dan takut terhadap kekerasanku.”

Mereka mengatakan, ‘Umar bersikap keras kepada kita ketika Rasulullah SAW masih berada di tengah-tengah kita. Kemudian dia bersikap keras kepada kita ketika Abu Bakar menjadi pemimpin kita; lalu bagaimana halnya jika dia menjadi pemimpin?’

Kasih Sayang Rasulullah SAW

Kasih sayang Rasulullah saw kepada umatnya tiada taraa. Banyak fenomena yang dapat dijadikan bukti betapa Rasullah saw teramat menyayangi umatnya. Tentunya kita semua masih ingat bagaimana keadaan bangsa Arab sebelum kedatangan Rasulullah saw yang membawa dan menyebarkan ajaran Islam. Mereka adalah umat yang bejat akhlaknya, rusak moralnya. Bangsa Arab pada masa jahiliyah terbiasa mengubur bayi-bayi perempuan mereka hidup-hidup tanpa belas kasihan karena dianggap sebagai aib. Perjudian, mabuk-mabukan, buka-bukaan aurat, dan segala bentuk kemaksiatan menjadi santapan sehari-hari bangsa Arab pada masa jahiliyah.

Kaburamaqtan

Allah SWT berfirman, "Mengapa kalian mengajak orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri (akan kewajib-an)mu sendiri, padahal kalian membaca Al kitab? Maka tidaklah kalian berfikir?" (QS. Al-Baqarah: 44).

Jangan Putus Asa

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas RA disebutkan bahwa telah datang
seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. Dia lalu berkata, ''Ya, Rasulullah,
sesungguhnya aku telah berbuat dosa.'' Nabi menjawab, ''Mintalah ampun kepada Allah.'' Lelaki
itu kembali berkata,
''Aku bertobat, kemudian kembali berbuat dosa.

Larangan Meminta-minta

Jika kita melihat dan memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini, maka kita akan mendapati sebagian dari kaum muslimin berada dipinggir jalan mencoba mengais rezeki dengan menengadahkan tanganya kepada setiap orang yang melintas. Ini adalah suatu pemandangan yang sangat memilukan hati.

Jalan Menuju Qana'ah

Qana'ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata’ala apa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.

Hindarkan Rumah Dari....

Setiap muslim berharap rumah tangganya baik. Kebaikan terwujud dengan melakukan sebab-sebabnya ditambah dengan menghindari perusaknya. Tanpa sebab-sebab kebaikan, kebaikan tidak terwujud, begitu pula ketika sebab-sebab kebaikan terwujud tetapi perusaknya tidak disingkirkan maka kebaikan juga tidak terwujud.

Teladan Imam Hanafi

Menurut riwayat, ayah Imam Hanafi [Tsabit] dikala masih kecil pernah diajak orang tuanya berziarah kepada Ali bin Abi Thalib ra. Waktu itu Ali berkenan menerima tamunya dan sebelum kembali ke rumah, Ali berdoa, “Mudah-mudahan dari antara keturunan Tsabit ada yang menjadi orang yang tergolong baik-baik dan berderajad luhur.”

Imam Hanafi adalah seorang yang kuat jiwanya, selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan beribadat dan beraklaq karimah. Imam Ibrahim bin Ikrimah berkata pernah berkata tentang Imam Hanafi, "Di masa hidupku, belum pernah aku melihat seorang alim yang amat benci kemewahan hidup dan lebih banyak ibadahnya kepada Allah dan yang lebih pandai tentang urusan agama, selain Imam Abu Hanifah."

Abu Hanifah terkenal berani dalam menegakan kebenaran yang telah diyakini. Berani dalam pengertian yang sebenarnya, berani yang berdasarkan bimbingan wahyu Ilahi. Ia tak cinta terhadap kemewahan hidup, maka tak sedikitpun hatinya khawatir menderita sengsara.

Dia berani menolak kedudukan yang diberikan oleh kepala negara; berani menolak pangkat yang ditawarkan oleh pihak penguasa waktu itu dan tidak sagggup menerima hadiah dari pemerintah berupa apapun. Karena ia ditangkap dan di penjara, dipukul, didera dan dianiaya menyebabkan kematiannya.

Suatu hari Gubernur Iraq Yazid bin Amr menawarkan jabatan Qadli kepada Imam Hanafi, tetapi ia menolaknya. Tentu saja sang Gubernur tersingggung dan kurang senang. Perasaan kurang senang itu menumbuhkan rasa curiga. Oleh sebab itu, segala gerak-gerik Imam Hanafi diamati.

Akibatnya, Abu Hanifah diberi ancaman hukum cambuk atau penjara jika masih juga menolak tawaran itu. Sewaktu mendengar ancaman tersebut, ia menjawab, "Demi Allah, aku tidak akan menduduki jabatan itu, sekalipun aku sampai dibunuh karenanya."

Sejumlah ulama besar negeri Iraq mengkhawatirkan nasib Imam Abu Hanifah. Mereka datang berduyun-duyuun ke rumahnya untuk menyampaikan harapan supaya dia menerima jabatan itu.

Imam Hanafi tetap teguh, tak bergeming sedikitpun dari kebenaran pendirianya. Akibatnya ia ditangkap dan dipenjarakan oleh polisi negara selama dua Jum'at. Gubernur memerintahkan agar Imam Abu Hanifah setiap hari dicambuk sebanyak 10 kali.

Ketika Imam Hanafi keluar penjara, tampak kelihatan di wajahnya bengkak-bengkak bekas cambukan. Hukuman itu disambut dengan penuh kesabaran serta dengan suara bersemangat ia berkata, "Hukuman dunia dengan cemeti masih lebih baik dan lebih ringan bagiku daripada cemeti di akherat nanti."

Demikian hal ihwal Imam Abu Hanifah tatkala menghadapi ujian berat pada pertama kali. Padahal ia sudah berusia agak lanjut, kurang lebih 50 tahun.

Imam Abu Hanifah di usia itu sempat menyaksikan peralihan kekuasaan negara, dari tangan bani Umayyah ke tangan bani Abbasiyyah sebagai kepala negara pertama adalah Abu Abbas as Saffah. Sesudah itu kepala negara digantikan oleh Abu Ja'far al Manshur, saudara muda dari Khalifah sendiri. Wallahua’lam

5 Perusak Hati

Hati adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak, rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya dan wajib.

Tentang perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara, 'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong, bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.'

Bergaul dengan banyak kalangan

Pergaulan adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.

Dalam tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman, "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan: 27-29).

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).

"Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka, dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25).

Inilah pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat.

Karena itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah.

Larut dalam angan-angan kosong

Angan-angan kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya, khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang sedang mempermainkan bangkai.

Angan-angan kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya angan-angan belaka.

Adapun orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang bercita-cita terhadap kebaikan.

Bergantung kepada selain Allah

Ini adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah.
Jika seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia bergantung kepadanya. Allah berfirman, "Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)

"Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin: 74-75)

Maka orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra': 22)

Terkadang keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang, seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji dan tidak ada yang menolong.

Makanan

Makanan perusak ada dua macam.

Pertama , merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.

Kedua, merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.

Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).

Kebanyakan tidur

Banyak tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.

Segera tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.

Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.

Secara umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari, setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. (Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah)

Amarah

''Bukanlah orang yang kuat itu adalah seorang pegulat, namun yang disebut orang kuat adalah mereka yang bisa mengendalikan amarahnya.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Empat belas abad yang lalu Rasulullah SAW secara tegas telah menyebutkan bahwa seorang pemarah merupakan seorang yang lemah. Lemah mengadung arti baik secara fisik ataupun mental. Menurut ahli kesehatan jiwa, Dr Guy A Pettitt, dalam artikelnya Forgiveness and Health, secara fisik marah yang berkepanjangan berdampak pada stres dan urat-urat menjadi tegang. Akibatnya, akan timbul rasa sakit di bagian leher, punggung, dan lengan.

Begitupun sirkulasi darah ke jantung dan anggota tubuh lainnya menjadi terhambat, sehingga kandungan oksigen dan nutrisi dalam sel berkurang, pecernaan dan pernapasan juga akan terganggu. Sistem kekebalan tubuh pun melemah, sehingga tubuh menjadi sangat rawan terserang penyakit.

Secara mental, marah berdampak sangat fatal terhadap kejiwaan seseorang, karena dengan marah, terkadang seseorang tidak bisa mengontrol diri. Sehingga, sangat memungkinkan untuk berbuat sesuatu di luar kendalinya, seperti mencaci, memukul, bahkan mungkin membunuh.

Allah SWT mengajarkan kepada hambanya untuk bersikap gampang memaafkan kesalahan seseorang, sebagaimana Allah SWT sangat gampang mengampuni dosa-dosa hambanya. Malah, Allah SWT mencela orang yang suka marah dengan menyebutnya sebagai orang bodoh. Sebagaimana firman-Nya, ''Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.'' (QS Al-A'raf [7]:199).

Dr Frederic Luskin dalam bukunya Forgive for Good sebagaimana yang dikutip Harun Yahya, menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran, dan percaya diri, sehingga akan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat, dan stres.

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, ''Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.'' (HR Muslim). Maka, kalau ingin hidup sehat, jadilah seorang pemaaf. Wallahu a'lam bi ash-Shawab.

Saatnya Tinggalkan Maksiat

''Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.'' (QS Al-Baqarah [2]: 183). Salah satu ciri orang bertakwa adalah tidak melakukan perzinaan dan tidak mengonsumsi narkoba/naza (narkotika, alkohol, dan zat adiktif). Allah berfirman, ''Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk.'' (QS Al-Isra' [17]: 32).

Senada dengan itu, Nabi SAW menyatakan, ''Apabila perzinaan sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa), maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat pada nenek moyangnya, akan menyebar di antara mereka.'' (HR Ibnu Majah, Al Bazzar dan Baihaqi).

''Setiap zat, bahan atau minuman yang dapat memabukkan dan melemahkan akal sehat adalah khamar (alkohol), dan setiap khamar adalah haram.'' (HR Abdullah bin Umar RA). Dari hadis di atas jelaslah perzinaan diharamkan meski memakai kondom sekalipun, dan juga narkoba/naza. Karena kedua hal ini termasuk perbuatan keji dan mungkar.

Dengan berpuasa kedua hal tersebut dapat dicegah sebagaimana Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya menyatakan, ''Puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum. Namun, sesungguhnya puasa itu mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan kotor dan keji (mungkar).'' (HR Al Hakim). Juga, ''Sesungguhnya peperangan terbesar (di muka bumi ini) adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya sendiri.'' (HR Thabrani dan Baihaqi).

Puasa menunjukkan keimanan seseorang untuk melawan hawa nafsu dirinya sendiri. Perzinaan dan mengonsumsi narkoba/naza adalah salah satu bujukan nafsu. Andai kata pun sudah telanjur segeralah berobat, shalat, berdoa dan berzikir, serta puasa untuk memperoleh ampunan Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW, ''Barang siapa yang telah menjalankan ibadah puasa dengan sempurna serta ikhlas karena Allah semata, maka Allah mengampuni dosa-dosa tahun sebelumnya.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Ilmu Yang Bermanfaat

Orang yang berilmu disebut alim. Dan orang yang tidak berilmu dikatakan jahil (bodoh). Seorang alim dapat memberikan jalan bagi orang yang berada di dalam kegelapan, sedangkan orang jahil bisa menyesatkan jalan seseorang. Maka, orang alim tentu saja tidak sama dengan orang yang jahil.

IDr Sami Afifi Hijazi dalam bukunya, Madkhal li Dirasah al-Falsafah al-Islamiayah mengatakan salah satu anugerah Allah SWT bagi manusia adalah akal. Artinya, mensyukuri nikmat akal itu dengan cara menggunakannya secara optimal baik membaca teks maupun realitas. Misalnya, mengkaji ilmu pengetahuan, menelaah ilmu agama, memikirkan jagat raya sebagai tanda kekuasaan-Nya, bertafakur (berpikir) dan lain sebagainya.

IAllah Azza Wajalla berfirman, ''Sesunggahnya dalam penciptaan langit dan bumi serta bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.'' (QS Ali-Imran [3]: 190) Berpikir tandanya berilmu, maka mencari ilmu adalah proses seseorang di dalam mengembangkan pikirannya. Orang yang berilmu dapat dikatakan cahaya yang menerangi kegelapan.

IKarenanya, ilmu akan memberikan manfaat jika disertai dengan beberapa varian. Pertama, ilmu dan amal. Antara ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana disinyalir oleh Imam Al-Ghazali, ''Seluruh manusia berada di dalam kebinasaan kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun akan binasa kecuali yang mengamalkan ilmunya.''

IKedua, ilmu, amal dan ikhlas. Ketiga varian ini mesti selalu bergandengan. Allah Azza Wajalla berfirman, ''Dan tidaklah mereka diperintah oleh Allah melainkan supaya beribadah kepada-Nya dengan ikhlas.'' (QS Albayyinah [88]: 05) Orang yang tidak ikhlas dalam melaksanakan amalannya dikatakan riya'. Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya yang paling aku takuti dari kalian adalah syirik kecil, yaitu riya'.'' (HR Imam Ahmad)

Ilmu seseorang senantiasa memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain, jika disertai amalan dan ikhlas. Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada sesamanya. Apabila salah satu hilang dari seorang alim, ia akan hilang kemanfaatannya. Maka, berpikir, mesti dibarengi dengan amalan yang ikhlas supaya menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a'lam bish-shawab.

Empati Bagi Si Miskin

Namanya Udin. Usianya sudah tidak muda lagi. Tapi, dia pantang berdiam diri. ''Malu bagi saya menengadahkan tangan,'' ujarnya suatu ketika. Orang mengenalnya sebagai tukang serabutan, kadang memperbaiki genting yang bocor, membenarkan engsel pintu, membersihkan halaman, atau sekadar menambal pipa air yang bocor.

Lama dia tak muncul di Jakarta Selatan, tempat dia biasa menawarkan jasa. Tak ada salamnya di Kantor PP Aisyiyah yang sudah ibarat rumah kedua baginya.

Beberapa orang berinisiatif menyusulnya ke desa asalnya di Cianjur, Gerbang Marhamah. Kabarnya sungguh mengejutkan, Pak Udin meninggal dunia. Dia sakit, dan tak ada yang membawanya ke dokter karena tak ada dana. Yang mengejutkan adalah cerita sehari menjelang ajal. Tetangganya menemukan Pak Udin dengan tubuh panas, tengah memegangi perutnya. ''Saya lapar. Tiga hari saya belum makan.''

Pak Udin tak seharusnya kelaparan. Daerahnya adalah lumbung padi. Saat itu, musim panen baru saja dimulai. Seandainya saja ada satu saja orang yang peduli.

Di sekitar kita, mungkin ada Udin-Udin yang lain. Mereka miskin, namun berjuang untuk tidak menjadi peminta-minta. Tubuhnya yang makin renta dimakan usia 'digadaikan' demi sepiring nasi.

Pada Ramadhan ini, mari kita mulai menjadi pribadi yang peduli dan penuh empati. Puasa menurut syara artinya menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri dari waktu imsak hingga terbenamnya matahari.

Mencegah dari makan dan minum mengandung makna sosial agar kita turut merasakan bagaimana orang miskin seperti Pak Udin menahan lapar. Sebagaimana Ibnul Qoyyan menyatakan, ''Puasa dapat mengingatkan orang-orang berpunya akan penderitaan dan kelaparan yang dialami orang-orang miskin.''

Di negeri yang sudah 62 tahun merdeka ini, masih banyak mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, mereka mati di lumbung padi. Kenapa? Karena mereka hanya menjadi buruh upah di sawah-sawah besar yang dimiliki orang-orang berpunya, yang ketika panen, tak sebiji padi pun yang singgah ke rumah-rumah mereka.

Mari kita mulai hari ini, agar orang-orang seperti Pak Udin tak harus kelaparan saat ajal menjemputnya.[sumber: www.republika.co.id]

Berbagi

Rasulullah SAW bercerita, ''Ada seorang lelaki sedang berjalan di Padang Sahara, sebuah tempat di muka bumi. Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas awan, 'Turunkanlah hujan di kebun milik si Fulan!' Kemudian awan itu pun bergerak dan mencurahkan air hujan di atas tanah harrah (tanah yang berbatu hitam). Seketika salah satu dari parit-parit tanah harrah itu dipenuhi air.

Si lelaki itu menelusuri jalannya aliran air. Dan tiba-tiba ia melihat seseorang sedang mengatur aliran air dengan cangkulnya. Lelaki itu berkata kepadanya, 'Wahai hamba Allah, siapakah namamu?' Si pemilik kebun menjawab, 'Nama saya Fulan' (persis seperti nama yang disebutkan di atas awan tadi).

Kemudian si pemilik kebun balas bertanya, mengapa dia menanyakan namanya. Lelaki itu pun menceritakan apa yang baru didengarnya. 'Apa yang telah engkau perbuat dengan kebunmu ini?' tanyanya kemudian.

Si pemilik kebun menjawab, 'Aku selalu menunggu hasil dari kebunku ini. Dari hasilnya, aku selalu menyedekahkan sepertiganya, sedang aku dan keluargaku memakan sepertiganya dan Dia sepertiganya.'' (HR Muslim).

Hadis di atas sesuai dengan firman-Nya, ''Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang dapat menumbuhkan menjadi tujuh bulir, dan pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.'' (QS Albaqarah [2]: 261)

Dermawan juga tidak sama dengan israaf (boros), yaitu berlebihan harta dalam membelanjakan pada suatu hal di atas kebutuhannya. Bahkan, Allah sangat tidak suka kepada hamba-hamba-Nya yang boros.

Nabi menganjurkan pada umatnya berperilaku dermawan. Sebaliknya, Allah dan Rasul-Nya sangat mencela terhadap orang-orang yang bakhil (kikir). Maka, ketika kita berbagi, sesungguhnya ''kebaikan'' dari berbagi itu untuk diri kita sendiri.

Hikmah Silaturahim

''Barangsiapa yang ingin dimudahkan rezeki dan dipanjangkan usianya hendaklah ia senantiasa menjaga silaturahim.'' (HR Muslim, dari Anas bin Malik RA).

Tak ada yang mampu menghindar dari masalah selama menjalani kehidupan di dunia. Bahkan, tantangan hidup dari hari ke hari terasa kian kompleks. Rasul dan orang-orang beriman di masa lalu pun pernah hampir putus asa ketika menerima cobaan yang demikian berat dari Allah SWT.

Dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 214 disebutkan, ''Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang padamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan dengan bermacam-macam cobaan, sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, ''Bilakah datangnya pertolongan Allah?''

Mengapa ada yang mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dan ada yang tidak? Kuncinya sebenarnya adalah silaturahim. Tentu, tak hanya sekadar mendatangi saudara, kerabat, atau kenalan dengan pertemuan yang penuh basa-basi. Namun, pertemuan itu untuk mengukuhkan persaudaraan dan untuk selalu berbagi pengalaman; bercerita, dan mendengarkan.

Dengan berbagi, kita menjadi tahu betapapun beratnya masalah yang kita hadapi, sesungguhnya kita tidaklah sendiri. Orang lain juga menghadapi masalah yang sama, bahkan mungkin lebih berat dengan bentuk yang berbeda. Jika sudah demikian, kita akan bisa lebih tegar menghadapi masalah, dan saling menguatkan. Semangat hidup pun tumbuh kembali.

Tidak keliru bila dalam hadis di atas Rasulullah SAW sangat menganjurkan silaturahim, yang hikmahnya antara lain akan membuat kita jadi panjang umur. Kalau saja tidak rajin silaturahim, dengan sedikit masalah saja akan membuat kita lekas putus asa. Hidup tanpa harapan atau malah mengakhiri hidup secara tragis.

Namun dengan memperbanyak silaturahim, masalah apa pun yang menimpa, bisa kita hadapi dengan ketegaran. Kita bisa saling mengingatkan untuk tidak berputus asa, sebagaimana bunyi akhir ayat 214 surat Al-Baqarah, ''.... Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.'' Wallahu a'lam bish-shawab.

Marah dan Lemah Lembut

Kelemahlembutan adalah akhlak yang mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya dengan kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah Ta'ala dan rasul-Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya sengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika ia hadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah Ta'ala dan makhluk-makhluk-Nya. Orang yang memiliki akhlak lemah lembut ini, Insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidak pernah terpisah dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia akan gagal untuk menyelesaikan problemnya. Dengan agungnya akhlak ini hingga Rasulullah SAW memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya, "Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)." (H.R Muslim).

Akhlak mulia ini terkadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain. Padahal Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kamu marah." Dan beliau mengulangi berkali-kali dengan bersabda : "Janganlah kamu marah." (HR. Bukhari). Dari hadis ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga Rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah.

Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh dorongan hawa nafsu yang menyebabkan pelakunya melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji. Sikap ini menjauhkannya dari kelemahlembutan. Rasulullah SAW bersabda, "Bukanlah dikatakan seorang yang kuat dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah." (Muttafaqun 'Alaih).

Ulama telah menjelaskan berbagai cara untuk menyembuhkan penyakit marah yang tercela yang ada pada seorang hamba, yaitu, pertama, berdoa kepada Allah SWT yang membimbing dan menunjuki hamba-hamaba-Nya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri mereka (QS. Ghafir : 60).

Kedua, terus menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Qur'an, bertasbih, bertahlil dan istighfar karena Allah telah menjelaskna bahwa hati manusia akan tenang dan tentram dengan mengingatn-Nya (QS. Ar-Ra'd : 28).

Ketiga, mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan amarah dan balasan bagi orang yang mampu menahan amarahnya, seperti sabda Nabi, "Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya dihadapan para makhluk-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemauannya." (HR. Tirmidzi, ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Shahihul jami' No.6398).

Keempat, berusaha untuk lemah lembut. Betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Nabi SAW bersabda, "Tidaklah kelembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan menjadikannya jelek. "(HR. Muslim). Allah SWT mencintai kelembutan, "Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyenangi kelembutan dalam segala usrusan. Dan Dia memberikan pada kelembutan apa yang tidak diberikan-Nya kepada kebengisan."(HR. Muslim). Wallahu a'lam

Memilih Pemimpin

Wacana pemilihan pemimpin negeri ini kembali menghangat. Termasuk memilih pemimpin Bank Indonesia. Dalam Islam, menjadi pemimpin bukan perkara yang mudah. Tentu saja karena harus memenuhi beberapa kriteria. Baik itu kriteria mutlak atau tambahan. Syarat mutlak seorang pemimpin dalam Islam adalah muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, dan berkemampuan.

Beberapa kriteria pemimpin di atas cukup untuk menjaring calon pemimpin unggulan. Dalam Islam, seorang pemimpin adalah manusia yang paling bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Konsekuensi logisnya adalah harus dipilih calon pemimpin yang handal dan kapabel berdasarkan syarat-syarat di atas. Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari - Muslim).

Hal lain yang juga harus dipahami kaum Muslimin bahwa syarat-syarat calon pemimpin tersebut adalah syarat yang harus dipenuhi. Sebagai seorang Muslim kita harus tunduk dan patuh terhadap ajaran Islam yang diturunkan Allah dan dibawa oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, dalam hal memilih pemimpin pun kita harus mengembalikan kepada ajaran Islam. Tidak boleh berdasarkan akal atau hawa nafsu kita semata yang tidak mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Pemimpin dalam Islam hanya bisa ditegakkan dengan mengamalkan kehidupan berjama'ah di bawah pimpinan seorang khalifah (baca; QS. Ali Imron : 103)

Memilih pemimpin termasuk menentukan masa depan kita. Sedikit saja kita melakukan kesalahan, maka alamat fatal yang kita terima. Kesalahan kita itu harus dibayar mahal dengan pengorbanan yang mungkin adalah kesia-siaan. Dengan demikian, harus pandai memilih dan memilah calon pemimpin kita. Tentu saja, mereka harus memenuhi syarat-syarat di atas. Firman Allah: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat baik dan membantu sanak kerabat. Dan mencegah dari kekejian dan kemungkaran dan aniaya (melampaui batas). Allah menasihati kamu supaya kamu ingat. (QS. An-Nahl; 90).

Kedepan, semoga kita, kaum Muslimin Indonesia bisa memilih pemimpin yang sesuai dengan apa yang telah disyaratkan Islam. Wallahua'lam.

Musibah Terbesar

Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Allah SWT menamakannya dengan 'musibah maut', "...jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya (musibah) kematian...." (Qs. Al-Maidah :106). Bila seorang hamba ahli keta'atan didatangi kematian, ia menyesal mengapa tidak menambah amal shalihnya selama hidup di dunia. Sebaliknya, bila ia seorang ahli maksiat yang didatangi oleh kematian, maka ia akan menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi sehingga dapat bertaubat kepada Allah SWT dan beramal shalih. Namun, itu semua mustahil dan tidak akan pernah terjadi. (Qs. Fushshilat : 24, Qs. Al-Mu'minun : 99-100)

Kematian juga merupakan penghancur segala kenikmatan. Itulah mengapa mati dikatakan sebagai musibah paling besar dibanding gempa bumi, tsunami, banjir dan kemarau panjang. Nabi SAW bersabda, "Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)," (HR. At-Tirmidzi).

Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi padat, menghimpun makna peringatan dan mengandung nasihat yang teramat dalam. Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal itu masih memungkinkan untuk dicapainya.

Karena itu, jiwa yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan wejangan yang lebih lama dari para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Allah ubhanahu wata’ala dalam surat Ali 'Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati) sudah cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”

Meskipun kematian yang bakal menimpa setiap anak Adam merupakan musibah yang paling besar, namun siapa saja dari orang beriman yang paling banyak mengingatnya, maka ia termasuk orang-orang yang cerdik. Suatu ketika, Ibnu Umar ra pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah SAW sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “Mereka (adalah) yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat." (HR. Ath-Thabrani)

Meskipun kematian merupakan musibah paling besar, namun bagi seorang muslim yang cerdas, tentu dari jauh-jauh hari ia sudah mempersiapkan segalanya sebagai bekal bila sewaktu-waktu kematian itu dating. Wallahua’lam.

Mewaspadai Makanan

Suatu ketika, usai menunaikan ibadah haji, seorang sufi, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli satu kg kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.

Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

"Itu Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan Allah SWT," kata malaikat yang satu.

'Tetapi sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena empat bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil haram," jawab malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin Adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama empat bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. "Astaghfirullahal adzhim," Ibrahim beristighfar.

Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda.

"Empat bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang?" tanya ibrahim.

"Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma," jawab anak muda itu.

"Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan?" lantas Ibrahim menceritakan peristiwa yang dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.

"Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?" pinta Ibrahim.
"Bagi saya tidak masalah. Insya Allah saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya," ujar pemuda itu.
"Dimana alamat saudara-saudaramu?" biar saya temui mereka satu persatu."

Setelah menerima alamat, Ibrahim bin Adham pergi menemui. Walau berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh Ibrahim.

Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada di bawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar lagi malaikat bercakap-cakap. "Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara-gara makan sebutir kurma milik orang lain," kata malaikat yang satu.

"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram. Sekarang ia sudah bebas," jelas malaikat satunya lagi.

Karena itu berhati-hatilah dengan makanan yang kita makan. Sudah halal ataukah belum? Lebih baik tinggalkan jika ragu-ragu.

Amanah

“Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)

Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)

Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Janji-janji adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Para pemimpin juga memikul amanah yang sangat besar.

Terkait dengan pemimpin ini, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Setiap insan pasti memikul amanah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi bodoh.” (Al-Ahzab 72)

Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah SAW sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Rasulullah bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)

Dari nash-nash Al-Qur’an dan hadis di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal.

Amanah besar yang dapat dirasakan oleh setiap pemimpin dari ayat di atas adalah bagaimana melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya. Wallahua’lam

Al - A'war, Setan Penyeru Zina

Memoles kesesatan agar tampak baik dan menarik hati adalah jurus abadi iblis dan antek-anteknya. Bahkan inilah jurus pertama iblis sebelum menggoda manusia untuk bergumul dengan dosa. Allah berfirman, “Iblis berkata, “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (Al-Hijr 39)

Maka setan menghiasi perbuatan keji terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan menyesatkan manusia. Ibnul Qayyim mengomentari ayat tersebut, “Di antara strategi iblis adalah menyihir akal secara kontinyu hingga terpedaya, tidak ada yang selamat darinya kecuali yang dikehendaki Allah. Dia menghiasi perbuatan yang hakekatnya menimbulkan madharat sehingga tampak sebagai perbuatan yang paling bermanfaat. Begitupun sebaliknya, dia mencitrakan buruk perbuatan yang bermanfaat sehingga nampak mendatangkan madharat…”
Komandan Setan Penyeru Zina

Strategi yang sama ditempuh oleh iblis laknatullah ‘alaih untuk menyebarkan luaskan perbuatan zina yang merupakan dosa besar di dalam Islam. Tidak hanya itu, iblis menjadikan hal ini sebagai target utama, sehingga dia melakukan sayembara bagi setan manapun yang mampu menjerumus-kan manusia kepada zina, maka iblis akan memakaikan mahkota di kepalanya sebagai tanda jasa.

Rasululah bersabda tentang hal ini, “Jika datang pagi hari, Iblis menyebar para tentaranya ke muka bumi lalu berkata, “Siapa di antara kalian yang menyesatkan seorang muslim akan aku kenakan mahkota di kepalanya.” Salah satu tentaranya menghadap dan berkata, “Aku terus menggoda si fulan hingga mau menceraikan istrinya.” Iblis berkata: “Ah, bisa jadi dia akan menikah lagi.” Tentara yang lain menghadap dan berkata: “Aku terus menggoda si fulan hingga ia mau berzina.” Iblis berkata: “Ya, kamu (yang mendapat mahkota)!” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1280)

Iblis juga menyiapkan pasukan khusus yang dikomandani oleh anaknya sendiri bernama Al-A’war. Mujahid bin Jabr, murid utama Ibnu Abbas menyebutkan bahwa Iblis memiliki 5 anak, satu di antaranya bernama Al-A’war. Dia memiliki tugas khusus menyeru orang untuk berbuat zina dan menghiasinya agar nampak baik dalam pandangan manusia. (Talbisul Iblis, Ibnu Al-Jauzy hal. 41)

Al-A’war juga merekrut para setan dari golongan manusia sebagai tim sukses untuk mengkampanyekan perbuatan zina. Segala cara ditempuh, segala sarana dan media digunakan.

Memasang Banyak Umpan

Sebagaimana seorang pemancing, dia harus memasang umpan agar ikan mau mendekati kailnya. Maka setan memasang umpan agar si korban mau mendatangi perangkapnya. Umpan tersebut berupa ‘Nisa’un kaasiyat ‘ariyat’, wanita yang berpakaian telanjang, pornografi, porno aksi dan perangkatnya. Umpan tersebut dipasang di tempat-tempat yang strategis, sehingga memungkinkan bagi mangsa untuk melihatnya. Di antara tempat strategis tersebut adalah televisi dan media cetak. Maka jika kita lihat di televisi kita banyak berjejal wanita yang berpakaian tapi telanjang, lagu dan tarian erotis, film-film jorok yang bisa disaksikan oleh semua orang. Itu pertanda setan Al-A’war telah berhasil merekrut banyak orang untuk dia jadikan sebagai umpannya. Demikian pula dengan tabloid, koran dan majalah-majalah berjenis kelamin ‘XXX’ yang menjadikan pornografi sebagai menu utama.

Dibumbui Dengan Istilah Penyedap Rasa

Al-A’war tidak membiarkan umpan-umpan itu menyebar begitu saja. Karena masih banyak orang-orang waras yang akan merusak umpannya. Akan banyak orang-orang sehat yang akan menegur, mencela dan memusuhinya. Untuk itu, dia menciptakan istilah dan kilah sebagai penyedap rasa. Sehingga yang antipati menjadi netral, yang netral menjadi simpati, yang simpati menjadi bala-tentaranya.

Di antara istilah yang diilhamkan Al-A’war kepada para anteknya dari golongan manusia adalah menamakan budaya telanjang sebagai bentuk kemajuan, pacaran sebagai upaya penjajakan dan persiapan, nyanyian jorok dan tarian erotis sebagai seni dan porno aksi disebut sebagai kebebasan berekspresi.

Bisa dibilang bahwa menamakan perbuatan keji dengan istilah yang berasumsi baik adalah jurus tersendiri di antara jurus iblis yang diwariskan kepada generasinya. Seperti ketika dia membujuk Adam dengan perkataannya, “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Thaha: 120)

Dia menyebut pohon yang dilarang dimakan buahnya dengan pohon Khuldi, pohon yang apabila dimakan buahnya menyebabkan dia kekal di jannah.
Tidak berbeda dengan yang dilakukan setan hari ini, mereka memberi istilah perbuatan keji dengan nama yang disukai hati.

Informasi yang menyesatkan diiringi dengan gambar yang menggiurkan jika datang secara bertubi-tubi akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa, atau seakan kebenaran yang layak untuk dibela. Sebagaimana yang telah dimaklumi bahwa dengan pemberitaan yang terus menerus, berita dusta dianggap fakta, kesesatan menjelma sebagai kebenaran dalam pandangan manusia. Konon media barat tidak mengenal berita yang benar atau yang salah, tetapi berita cerdas atau bodoh. Berita cerdas adalah yang dikemas sehingga tak nampak kedustaannya sedangkan berita bodoh adalah berita yang tampak kedustaannya.

Nampaknya usaha Al-A’war dan bala tentaranya betul-betul menuai panen raya. Begitu banyak generasi kita yang jatuh ke dalam pelukannya. Mereka mengikuti bujuk rayu Al-A’war, mendatangi umpannya, lalu menelan kailnya. La haula walaa quwwata illa billah.

Akan tetapi, tidak sepantasnya kita berputus asa, karena betapapun gigihnya usaha setan, bagi orang yang beriman dan konsisten dengan keimanannya, tipu daya setan itu lemah, “Karena sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” (An-Nisa’: 76)

Menjauhi umpan setan, merusaknya hingga nampak maksud jahatnya di hadapan manusia adalah sebagian solusi dan benteng bagi kita dan umat Islam dari serangan Al-A’war dan bala tentaranya, Wallahul muwaffiq.

10 Golongan yang Tidak Masuk Surga

Ibnu Abas r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada sepuluh golongan dari umatku yang tidak akan masuk surga, kecuali bagi yang bertobat. Mereka itu adalah al-qalla’, al-jayyuf, al-qattat, ad-daibub, ad-dayyus, shahibul arthabah, shahibul qubah, al-’utul, az-zanim, dan al-’aq li walidaih.

Selanjutnya Rasulullah SAW ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah al-qalla’ itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka mondar-mandir kepada penguasa untuk memberikan laporan batil dan palsu.”

Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah al-jayyuf itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka menggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan sebagainya.”

Beliau ditanya lagi, “Siapakah al-qattat itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka mengadu domba.”

Beliau ditanya, “Siapakah ad-daibub itu?” Beliau menjawab, “Germo.”
Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah ad-dayyus itu?” Beliau menjawab, “Dayyus adalah laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya, anak perempuannya, dan saudara perempuannya.”

Rasulullah SAW ditanya lagi, “Siapakah shahibul arthabah itu?” Beliau menjawab, “Penabuh gendang besar.”

Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah shahibul qubah itu?” Beliau menjawab, “Penabuh gendang kecil.”

Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah al-’utul itu?” Beliau menjawab, “Orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf atas dosa yang dilakukannya, dan tidak mau menerima alasan orang lain.”

Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah az-zanim itu?” Beliau menjawab, “Orang yang dilahirkan dari hasil perzinaan yang suka duduk-duduk di tepi jalan guna menggunjing orang lain. Adapun al-’aq, kalian sudah tahu semua maksudnya (yakni orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya).”

Mu’adz bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan engkau tentang ayat ini: yauma yunfakhu fiish-shuuri fata’tuuna afwaajaa, yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-kelompok?” (An-Naba’: 18)

“Wahai Mu’adz, engkau bertanya tentang sesuatu yang besar,” jawab Rasulullah SAW Kedua mata beliau yang mulia pun mencucurkan air mata. Beliau melanjutkan sabdanya.
“Ada sepuluh golongan dari umatku yang akan dikumpulkan pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan yang berbeda-beda. Allah memisahkan mereka dari jama’ah kaum muslimin dan akan menampakkan bentuk rupa mereka (sesuai dengan amaliyahnya di dunia). Di antara mereka ada yang berwujud kera; ada yang berwujud babi; ada yang berjalan berjungkir-balik dengan muka terseret-seret; ada yang buta kedua matanya, ada yang tuli, bisu, lagi tidak tahu apa-apa; ada yang memamah lidahnya sendiri yang menjulur sampai ke dada dan mengalir nanah dari mulutnya sehingga jama’ah kaum muslimin merasa amat jijik terhadapnya; ada yang tangan dan kakinya dalam keadaan terpotong; ada yang disalib di atas batangan besi panas; ada yang aroma tubuhnya lebih busuk daripada bangkai; dan ada yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih.”

“Mereka yang berwajah kera adalah orang-orang yang ketika di dunia suka mengadu domba di antara manusia. Yang berwujud babi adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan barang haram dan bekerja dengan cara yang haram, seperti cukai dan uang suap.”

“Yang berjalan jungkir-balik adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan riba. Yang buta adalah orang-orang yang ketika di dunia suka berbuat zhalim dalam memutuskan hukum. Yang tuli dan bisu adalah orang-orang yang ketika di dunia suka ujub (menyombongkan diri) dengan amalnya.”

“Yang memamah lidahnya adalah ulama dan pemberi fatwa yang ucapannya bertolak-belakang dengan amal perbuatannya. Yang terpotong tangan dan kakinya adalah orang-orang yang ketika di dunia suka menyakiti tetangganya.”

“Yang disalib di batangan besi panas adalah orang yang suka mengadukan orang lain kepada penguasa dengan pengaduan batil dan palsu. Yang tubuhnya berbau busuk melebihi bangkai adalah orang yang suka bersenang-senang dengan menuruti semua syahwat dan kemauan mereka tanpa mau menunaikan hak Allah yang ada pada harta mereka.”

“Adapun orang yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih adalah orang yang suka takabur dan membanggakan diri.” (HR. Qurthubi)

Saudaraku, adakah kita di antara 10 daftar yang dipaparkan Rasulullah SAW di atas? Bertobatlah, agar kita selamat dan terhindar dari salah satu gologan di atas.

Mencaci Seorang Muslim

Islam adalah agama mulia. Seluruh etika kehidupan diatur dalam Islam. Dalam Islam, tak ada seseorangpun yang dibolehkan mencaci muslim lainnya. Sebab mencaci muslim merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini seperti dalam sabda Nabi SAW, “Mencaci orang Islam (Muslim) adalah perbuatan fasiq dan membunuhnya adalah perbuatan kufur.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim itu bersaudara terhadap muslims lainnya, ia tidak boleh menganiaya dan menghinanya. Seseorang cukup dianggap berlaku jahat karena ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)

Termasuk perbuatan mencaci muslim di antaranya adalah menyakiti, mencela, mengadu domba serta senang menyebarkan gosip yang tidak benar, mencemarkan nama baik sehingga bisa merusak keluhuran martabat saudaranya, dan membuka rahasia pribadi yang tidak patut diketahui orang lain.

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki atau perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 58)

Orang yang suka mencaci seorang muslim, maka kelak semua amal yang telah dilakukannya menjadi sia-sia. Ini seperti dikatakan dalam sebuah hadis, “Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, “Rasulullah SAW ditanya, “Wahai Rasulullah, jika ada seorang wanita yang melakukan shalat malam, siang harinya ia berpuasa, tetapi ia menyakiti tetangganya dengan lisannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Tiada kebaikan sedikitpun dalam amal perbuatannya, dan ia kelak akan masuk neraka.” (HR. Al Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)

Termasuk perbuatan mencaci muslim adalah memanggil seseorang dengan kata-kata kafir, musyrik, munafik dan sebagainya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan kata-kata kafir atau ia berkata, ‘Wahai musuh Allah, sedang orang yang dikatakan itu tidak begitu keadaannya, maka tiada lain tuduhan itu akan kembali kepada dirinya.” (HR. Bukhari)

Setiap muslim adalah saudara, karena itu tak layak jika sesama muslim harus saling mencaci, mencela, menghina dan menuduh dengan tuduhan yang bukan-bukan. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat : 10)

Nabi SAW menambahkan, “Setiap orang muslim terhadap muslim lainnya itu, haram darahnya, hartanya dan harga dirinya.” (HR. Muslim dan At Tirmidzi).

Jadi saudaraku, tak ada gunanya kita saling mencaci antar sesama. Bukankah Allah Yang Maha Perkasa menjadikan kita [umat Islam] sebagai umattan wahidah, umat yang satu sama lain harus saling melindungi, bahu-membahu dan tolong-menolong.

Ingat, mencaci seorang muslim, hakikatnya adalah mencaci Allah SAW, Rasul SAW dan diri kita sendiri sebagai seorang muslim.

Saudaraku, agar caci-mencaci di antara sesama muslim tidak terjadi, maka ada beberapa hal yang mesti kita perhatikan. Pertama, adalah memohon kepada Allah SWT agar dia menghilangkan segala prasangka di hati kita terhadapat sesama muslim lainnya.

Kedua, jangan tinggalkan silaturrahmi. Ketiga, salinglah berkirim kabar atau nasihat-menasihati walau hanya melalui sms. Ketiga, jangan segan untuk membantu saudara kita. Jika kita membantu mereka (saudara kita) dengan uang, maka sesungguhnya uang kita adalah uang yang kita keluarkan untuk membantu saudara kita. Jadi hakikatnya, uang yang kita pegang saat ini belum menjadi uang kita sebenarnya di akhirat nanti, jika belum kita sedekahkan kepada orang yang benar-benar membutuhkan uluran tangan kita. Wallahua’lam.

Mengungkit Pemberian

"Ada tiga golongan yang tidak bisa masuk surga; pertama, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, kedua, peminum khamer dan ketiga, orang yang mengungkit-ungkit pemberian."

Yang dimasksud mengungkit-ungkit pemberian adalah orang yang telah memberikan sesuatu kepada seseorang, kemudian dalam kesempatan lain orang yang memberi merasa jengkel kepada orang
yang telah diberi tersebut, kemudian dia (yang memberi) mengungkit-ungkit kembali pemberiannya.

Tujuan dari mengungkit-ungkit pemberian itu adalah agar yang diberi ingat dan sadar bahwa dia pernah berhutang budi kepadanya, sehingga ia mau berbuat baik terhadapnya.
Mengungkit-ungkit pemberian merupakan perbuatan yang tercela dalam Islam. Allah SWT sendiri membeci perbuatan tersebut seperti dalam firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman, janganjlah
kamu sekali-kali membatalkan sedekahmu dengan mengungkit-ungkit dan menyakitkan hati." (QS. Al Baqarah : 264)

mengungkit-ungkit pemberian selain merupakan perbuatan yang dibenci dalam Islam, ia juga menjadi penyebab seseorang masuk ke dalam neraka seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW, "Ada tiga golongan
di hari kiamat dimana Allah tidak berbicara, tidak melihat dan tidak pula mensucikan mereka dan bahkan bagi mereka siksa yang pedih. Yakni orang yang menutupkan sarungnya hingga mata kaki, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya,
dan orang yang menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. Muslim)

Dari penjelasan ayat dan hadis di atas, jelaslah bagi setiap muslim bahwa memberi dengan mengungkit-ungkit kembali termasuk perbuatan tercela yang dibenci oleh Allah SWT dan Rasul SAW. Selain itu, mengungkit-ungkit pemberian merupakan
perbuatan zalim yang akan menimbulkan permusuhan dan kebencian antara pemberi dan penerimanya, sebab yang menerima merasa tercoreng nama baiknya, sementara pemberinnya akan timbul rasa sombong kepada orang yang pernah diberinya.

Allah SWT akan menghilangkan pahala orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian seperti pesan Rasulullah SAW, "Jauhilah olehmu akan mengungkit-ungkit pemberian karena yang demikian itu dapat menggagalkan kesyukuran dan menghilangkan pahala." (HR.Muslim)

Jadi, memberilah dengan penuh keikhlasan. Jangan memberi karena ingin berharap bisa mendapatkan sesuatu seperti; jabatan, harta dan sebagainya. Wallahua'lam.

Nabi Palsu

Kehidupan di akhir jaman, seperti saat ini, penuh dengan fitnah dan kekacauan, kekufuran, kefasikan dan pembangkangan terhadap ajaran agama sangat marak, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Segeralah melakukan amal-amal kebajikan untuk menghadapi fitnah (yang dahsyatnya) bagaikan gelap gulita, dimana seseorang dipagi hari masih beriman manun disore harinya ia menjadi kafir, atau disore harinya ia masih sebagai mukmin namun di pagi harinya ia berubah menjadi kafir, menukar agamanya dengan materi duniawi”. (HR. Muslim)

Hari ini, ada sebagian orang yang mengklaim beragama Islam, namun tidak peduli terhadap ajaran-ajaran agamanya. Agama yang dianutnya tidak lagi dijadikan sebagai jalan untuk menempuh kehidupan fana ini, bahkan banyak yang menjual agamanya demi mendapatkan sesuap nasi, kedudukan, meraih jabatan, harta kekayaan, wanita dan seterusnya.

Di antara sekian fitnah yang nampak dan telah disebutkan oleh Nabi SAW sebagai bagian dari tanda-tanda kiamat, adalah munculnya dajjal-dajjal pendusta, yaitu orang-orang yang mengaku sebagai Nabi SAW atau Isa al-masih.

Fenomena ini sudah diberitakan oleh Rasulullah SAW, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum muncul para dajjal pendusta yang hampir mencapai 30 orang, masing-masing mengaku bahwa dirinya adalah Rasulullah”. (Bukhari-Muslim)

Hari ini, kita bisa menyaksikan dimedia cetak maupun elektronik informasi tentang munculnya beberapa orang yang mengaku sebagai Nabi Muhammad SAW. Padahal, Rasul SAW telah bersabda, “…Dan tidak terjadi hari kiamat sampai bangsa-bangsa (suku-suku) dari umat-Ku menjadi musyrik dan sampai bangsa-bangsa (suku-suku) dari umatku menyembah berhala-berhala. Dan sesungguhnya akan ada pada umatku 30 pendusta, masing-masing mereka mengaku bahwa dirinya adalah Nabi, dan aku adalah penutup para nabi. Tidak ada nabi setelahku”. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)

Munculnya Nabi-Nabi palsu dan Isa al-masih palsu, sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah umat Islam, bahkan ia muncul sejak dini, sejak Nabi SAW masih hidup hingga sekarang.

Di antara Nabi palsu yang muncul di zaman Nabi SAW adalah; Al-Aswad al-`Anasiy, Thulaihah bin Khuwailid, Musailamah al Kazzab, Sajjah. Nabi palsu di masa dinasti Umawiyah dan Abbasiyah; al-Mukhtar, Bayan bin Sam`an, al-Mughirah bin Sa`ad al-`ajaliy, Abu Manshur al-`ajaliy.

Di Indonesia pun muncul Nabi palsu di antaranya, Lia Eden dan Ahmad Mosaddeq Al-Masih al-Mau`ud dengan al-Qiyadah al-Islamiyahnya. Padahal, Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW secara tegas menyatakan, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ahzab : 40). "Aku adalah penutup para Nabi, dan tidak ada Nabi setelahku”. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi). Wallahua'lam

Meratapi Mayat

Menangisi salah seorang anggota keluarga yang meninggal dunia adalah suatu kewajaran. Sementara nihayah ialah meratapi orang yang meninggal dengan suara tangis yang berlebihan atau menampar-nampar pipi, mencakar muka, merobek-robek baju semata-mata karena tidak terima atas kehendak Allah SWT atas kematian salah seorang keluarganya.

Nihayah, masih sering kita jumpai di tengah kehidupan masyarakat. Perbuatan nihayah ini sangat dilarang dalam Islam. Banyak hadis Rasulullah SAW yang melarang perbuatan itu. Salah satu sabdanya, "Bukan termasuk dari golongan kami orang yang menampar-nampar pipinya, merobek-robek sakunya dan berdoa dengan cara jahiliyah." (HR. Al Bukhari)

Nihayah juga merupakan salah satu tanda kekufuran seorang hamba. Rasul SAW bersabda, "Dua tanda pada manusia yang dengannya mereka menjadi kufur yaitu cercaan pada keluarga dan meratapi mayat." (HR. Muslim)

Menangisi orang yang mati dengan melampaui batas kewajaran sehingga seolah-olah tidak menerima ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap orang yang meninggal dunia adalah perbuatan yang dilarang. Namun jika sekedar menangis dan bersedih hati tidak termasuk perbuatan nihayah, sebab sedih dan tangis merupakan fitrah setiap manusia.

Rasulullah SAW pun pernah menangis ketika putra kesayangannya, Ibrahim wafat. Ketika ditanya mengapa menangis, Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, mata ini dapat melinangkan air mata dan hati merasa sedih dan kami tak mengucapkan kecuali kata-kata yang diridhai Tuhan kami." (HR. Bukhari)

Ditinggal mati oleh orang yang kita cintai memang terasa begitu pedih. Tapi, siapa saja yang menerima ujian dari Allah (kematian anggota keluarga) itu dengan sabar, niscaya Allah SWT akan memberi pahala yang cukup kepadanya di akhirat kelak.

Rasulullah SAW bersabda, "Tiada satu pun musibah yang menimpa orang beriman kecuali Allah SWT akan menghapus dosanya meskipun hanya seujung duri mengenai dirinya." (HR. Muslim)

Begitu juga bagi orang tua yang ditinggal mati oleh anaknya, lalu ia tidak berbuat nihayah tapi justeru memuji Allah SWT, maka ia akan masuk surga. Nabi SAW bersabda, "Siapa saja dari umatku yang ditinggal mati oleh anaknya baik laki-laki atau perempuan sedang keadaan mereka keduanya itu belum baligh (dewasa), maka ia akan masuk surga." (HR. Ibnu Abbas)

Bahkan Allah SWT akan membuatkan rumah di dalam surga bagi orang tua yang sabar ketika buah hatinya dipanggil oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Bila anak seorang hamba Allah wafat, niscaya Allah berfirman kepada malaikat, "Kamu telah mencabut nyawa seorang anak hamba-Ku?" Malaikat menjawab, "Dia memuji-Mu, ya Allah dan minta dikembalikan kepada-Mu." Allah berfirman, "Dirikanlah rumah di surga untuk seorang hamba-Ku ini dan namailah rumah itu dengan "BAITUL HAMDI". (HR. At Tirmidzi, Ibnu Hibban). Wallahua'lam

Mencintai yang Lemah

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah ada seorang pengemis Yahudi buta. Hari demi hari bila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Namun demikian, setiap pagi juga Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.

Rasulullah SAW melakukannya setiap hari hingga menjelang wafat. Setelah kewafatan Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.a. Beliau bertanya kepada anaknya, "Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.a menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayahanda engkau adalah seorang ahli sunnah,hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayahanda lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abu Bakar r.a.

”Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.a.

Ke esokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "Siapakah kamu ?". Abu Bakar r.a menjawab, "Aku orang yang biasa". "Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu.

”Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada.

Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.

Lalu, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menyantuni orang yang lemah, yang ada di sekitar kita?

Taubat

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas RA disebutkan bahwa telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. Dia lalu berkata, ''Ya, Rasulullah, sesungguhnya aku telah berbuat dosa.'' Nabi menjawab, ''Mintalah ampun kepada Allah.'' Lelaki itu kembali berkata, ''Aku bertobat, kemudian kembali berbuat dosa. '' Nabi bersabda, ''Setiap kali engkau berbuat dosa, maka bertobatlah, hingga setan putus asa.'' Lelaki itu berkata lagi, ''Ya, Nabi Allah, kalau begitu dosa-dosaku menjadi banyak.'' Maka, Nabi bersabda lagi, ''Ampunan Allah SWT lebih banyak daripada dosa-dosamu.''

Hadis Nabi Muhammad SAW ini mengisyaratkan bahwa meminta ampunan kepada Allah SWT selalu berkaitan dengan dosa dan salah. Meminta ampun seringkali dihubungkan dengan bertobat kepada Allah SWT. Keduanya merupakan aktivitas keagamaan yang harus dilakukan setiap manusia. Sebab, manusia adalah ciptaan Allah SWT yang secara fitrah dibekali dengan sikap salah dan lupa. Permintaan ampun tidak akan menuai hasil bila tidak disertai dengan bertobat kepada-Nya, dan meminta maaf kepada orang yang dizalimi.

Tobat berarti meninggalkan sesuatu yang tercela dan terlarang yang ditetapkan dalam Islam demi mencapai sesuatu yang terhormat, mulia, dan terpuji di sisi Allah SWT. Bertobat adalah pengakuan dan penyesalan terhadap perbuatan alpa dan dosa. Ketika ditanya tentang tobat, sufi Sahl Ibn 'Abd Allah dan Al Junaid menjawab, ''Tobat ialah engkau tidak mengingat dosamu.'' Al-Junaid menjelaskan bahwa melupakan dosa berarti tidak lagi mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat yang melekat dalam hati.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi seseorang bila tobatnya ingin diterima Allah. Pertama, menyesali diri, karena telah telanjur melakukan maksiat dan melanggar ketentuan-ketentuan agama. Kedua, menjauhkan dan meninggalkan diri dari semua maksiat kapan dan di mana saja berada.Ketiga, berkemauan dan berjanji pada diri sendiri secara sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi kemaksiatan, karena menyadari bahwa perbuatan maksiat menghalangi hubungan dia dengan Tuhannya dan dapat memutus hubungan dengan sesamanya.

Terakhir, orang yang telah berbuat salah dan mau bertobat, harus meminta maaf kepada orang yang dizalimi. Meminta dan memberi maaf merupakan dasar bagi terwujudnya ishlah.

Surga

Pernahkah kita menginginkan keindahan surga yang disediakan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beruntung? Yang belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati?

Di dalam surga terdapat delapan pintu di antaranya adalah pintu Ar-Rayyan yang diperuntukan bagi orang yang shaum (puasa). Seorang wanita yang rajin shalat lima waktu dan shaum, lalu meninggal sedang suaminya ridha maka ia akan dipersilakan untuk masuk surga dari pintu manapun yang ia sukai.

Pintu-pintu surga akan senantiasa terbuka, orang yang shalat akan masuk pintu shalat, yang berjihad akan dipanggil dari pintu jihad, dan yang bersadaqah akan masuk dari pintu shadaqah. (HR. Bukahri Muslim) .

Luas dan lebar pintu surga seperti jarak pengendara tercepat selama tiga hari, jarak antara satu pintu dengan pintu lainnya seperti Makkah dan Bushra (Mutafaqun Alaih) Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya disurga terdapat 100 tingkatan yang disediakan Allah bagi yang berjihad di jalan-Nya. Jarak antara satu tingkat dengan tingkatan yang lainnya seperti jarak antara langit dan bumi. Maka jika kalian minta kepada Allah mintalah Surga Firdaus. " (HR. Bukahri).

Di Surga, sungai-sungai terus mengalir dan tidak pernah berhenti, terletak di bawah ghurat (mahligai) istana-istana dan taman-taman penghuni surga. Sungai-sungai tersebut berupa sungai madu, sungai khamer yang tidak memabukkan, sungai susu dan sungai air jernih yang tidak pernah berubah rasanya. Sungai-sungai surga memancar dari bagian atas surga, kemudian mengalir turun ke bawah menuju ke semua tingkatan surga. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Firdaus itulah tempat terbaik dan tertinggi derajatnya. Di atas Firdaus terdapat Arsy Allah dan dari situ mengalir sungai-sungai surga. " (HR. Bukhari).

Di antara penghuni surga adalah sebagaimana sabda Nabi Muhammad S.A.W "Maukah aku tunjukan tentang penghuni surga? Ia adalah orang yang lemah dan merendah diri (tawadhu), jika ia bersumpah atas nama Allah pasti Allah memperkenankan sumpahnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah bersabda, "Adapun 3 orang yang pertama kali masuk surga adalah syahid, seorang hamba yang tidak disibukkan oleh dunia dan taat kepada Rabbnya dan orang fakir yang memiliki tanggungan namun ia menjaga diri dari meminta-minta." (HR. Ahmad). Orang yang miskin akan masuk surga terlebih dahulu dari orang-orang kaya karena mereka tidak memiliki sesuatu untuk dihisab. Selisih waktu antara keduanya adalah 40 tahun. (HR. Muslim).

Surga juga memiliki nama-nama indah yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Di antaranya; Jannatul Firdaus, yang merupakan tertinggi derajatnya. Ia terletak di bawah Arsy Ar-Rahman. Kemudian Jannatun Na'im (yang penuh kenikamatan), Jannatu Adn, Daarus Salam (negeri yang penuh keselamatan), Jannatul Ma'wa dan Darul Khuldi. Subhanallah, semoga kita termasuk salah seorang yang diperkenankan Allah untuk menghuni Surga, amin.

Saksi Palsu

“Maukah kamu aku kabarkan tentang dosa-dosa besar, yaitu: menyekutukan Allah, durhaka kepada ibu bapak, perkataan dusta dan saksi palsu. Dan Nabi SAW selalu mengulangi ucapannya sehingga kami berkata, “Alangkah baiknya jika beliau mau berhenti.” (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Bersaksi palsu yaitu orang yang diminta oleh hakim untuk menerangkan dengan sebenarnya atas sesuatu yang pernah diketahui atau didengar sendiri terkait dengan mengadili suatu hal, tatapi ia mendustakannya.

Persoalan kesaksian ini banyak berlaku dipengadilan dalam menetapkan hak-hak manusia, sehingga dengan adanya kesaksian dan bukti lainnya sangat membantu seorang hakim dalam menetapkan hak dan memutuskan hukuman kepada seorang terdakwa.

Seorang saksi sangat berpengaruh untuk membela hak-hak manusia dalam menetapkan keadilan, maka saksi yang dusta dalam memberikan kesaksiannya dengan demikian telah merampas hak orang lain, sehingga menimbulkan kezaliman.

Allah SWT mengancam orang yang memberikan kesaksian palsu dengan siksaan yang pedih. Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang kafir berkata, ‘Al-Quran ini hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan (dalam hal ini) dia dibantu oleh kaum yang lain’. Sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar.” (QS. Al Furqan : 4)

Kesaksian palsu termasuk perbuatan zalim, dusta dan dosa besar sebab perbuatan itu tidak hanya merugikan terdakwa tapi juga keluarga terdakwa. Bagaimana tidak, karena kesaksian palsu, orang yang salah dan harusnya dihukum, jadi bebas. Sebaliknya orang yang tidak bersalah dan seharusnya bebas jadi masuk penjara. Allah SWT tidak memberikan hidayah kepada orang yang melampaui batas lagi pendusta, seperti dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. Al Mu’min : 28)

Tentang dosa besar ini, Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kamu aku kabarkan tentang dosa-dosa besar, yaitu: menyekutukan Allah, durhaka kepada ibu bapak, perkataan dusta dan saksi palsu. Dan Nabi SAW selalu mengulangi ucapannya sehingga kami berkata, “Alangkah baiknya jika beliau mau berhenti.” (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

Orang yang bersaksi palsu berarti ia telah bersumpah palsu. Kelak, orang yang rela bersumpah palsu untuk persaksian palsu, maka ia akan dimurkai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan sumpah palsu yang dengannya ia akan mendapatkan sebagaian harta orang muslim (yang lain), niscaya ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan dimurkai oleh-Nya.” (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari XI: 558 no: 6676, 6677 Muslim: I: 122 no: 138, 'Anul Ma;bud VIII: 67 no: 3227, Tirmidzi IV 292 no: 4082 dan Ibnu Majah II: 778 no: 2323). Wallahua’lam

Idikator Kebahagiaan Dunia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW. Secara khusus, ia pernah didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan menjadi imam di masjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada beberapa indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur. Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur.

Kedua, al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh. Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana keluarga yang sholeh pula. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh. Saat Rasulullah SAW thawaf, beliau bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu, "Kenapa pundakmu itu?" Jawab anak muda itu, "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintainya dan tidak pernah melepaskannya kecuali saat buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat”. Lalu anak muda itu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam anak yang sudah berbakti kepada orang tua?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan, "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu".

Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita.

Dalam sebuah haditsa, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila berbuat salah.

Orang sholeh adalah orang yang bahagia karena nikmat iman dan Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh. Semoga kita mendapatkan kebahagiaan, amiin.

Mencintai Rasulullah

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Qs. Ali Imran : 31)
 
Dijelaskan dalam sebuah riwayat, Jabir adalah seorang sahabat Rasul yang fisiknya pendek, kulitnya hitam dan berekonomi lemah (miskin). Kesetiaannya kepada Islam tak mungkin diragukan lagi. Dia berasal dari Yamamah menuju Makkah karena ingin memeluk Islam. Rasul mengizinkannya tinggal di shuffah (tempat penampungan orang-orang miskin). Suatu ketika, Rasul Saw menemuinya dan berkata, “Wahai Jabir, engkau hanya seorang diri. Apakah kau tidak ingin memiliki seorang isteri yang menemanimu?”

Jabir terkejut, dengan pertanyaan Rasul. Lalu dia balik bertanya, “Ya Rasul, di kota ini mana ada wanita dan orang tua yang rela menikahkan puterinya dengan aku yang jelek, miskin, bahkan tak punya rumah.”
           
Rasul berkata, “Wahai Jabir, Allah bersama kita. Engkau orang yang bertakwa dan derajat manusia sangat ditentukan oleh ketakwaannya, bukan karena tampan dan kaya. Sekarang, berangkatlah ke rumah Ziad bin Labid untuk melamar anaknya, Zulfah,” pinta Rasul.
           
Dengan perasaan berat, Jabir pun berangkat menuju rumah orang yang dikenal ketokohan dan kekayaannya. Dan anaknya adalah salah seorang wanita cantik di kota Madinah, tentu saja banyak pemuda kala itu yang tertarik kepadanya.
           
Sesamapainya di rumah Ziad, Jabir berkata, “Atas nama Rasul, aku ke sini untuk menyampaikan pesan.”

“Adalah suatu kehormatan bila Rasul menyampaikan pesan pada kami, karena itu sampaikanlah pesan itu,” pinta Ziad.

“Rasul memerintahkanku datang ke sini untuk melamar anakmu, Zulfah,” jawab Jabir.
           
Mendengar itu, Ziad sangat terkejut. Dia tak menduga sama sekali kalau Rasul hendak menjodohkan Jabir yang jelek dan miskin dengan anaknya yang bangsawan, kaya dan cantik. Kemudian dari lisannya keluar kata-kata yang tak layak diucapkan oleh seorang muslim, apalagi dia menganggap aneh keinginan Rasul itu. Dia berkata kepada Jabir, “Sekarang, silahkan engkau pergi, aku ingin menemui Rasulullah.”
           
Mendengar ungkapan sang ayah, Zulfah sebagai anak yang shaleh tak senang dengan sikap ayahnya, lalu katanya, “Ayah, barangkali dia berkata benar, jika ayah menolak berarti menolak perintah Rasul. Susullah dia sebelum jauh dan segeralah menemui Rasul wahai ayah,” pinta Zulfah.
           
Setiba di rumah Rasul, Ziad berkata, “Bukankah menurut tradisi, kita hanya menikahkan anak dengan yang sederajat?”

“Jabir orang yang bertakwa, karena itu tak ada hubungannya dengan derajat yang kau maksud,” tegas Rasul.
           
Setelah itu Zulfah meminta ayahnya untuk menerima lamaran Jabir. Lalu, dilangsungkanlah pernikahan keduanya.
           
Selang beberapa hari setelah pernikahan itu, Jabir tak menemui isteri tercintanya untuk selamanya. Jabir syahid dalam sebuah peperangan. Zulfah sangat kehilangan dengan suami yang amat dicintainya. Tetapi ia juga bersyukur kepada Allah Swt sebab suaminya telah gugur sebagai syuhada. Mati dalam keadaan mulia.
           
Begitulah, Zulfah memilih Jabir sebagai suaminya bukan karena melihat fisik dan status sosial, tetapi karena cinta sucinya kepada Allah dan Rasul begitu besar. Dia tak melihat Jabir dari kacamata dunia, tapi lebih pada ketakwaannya.
           
Sementara Jabir, layaknya manusia biasa, tentu merasa berat untuk memenuhi panggilan jihad, apalagi statusnya masih sebagai pengantin baru. Tetapi semua perasaan itu dibuangnya jauh-jauh. Dan karena cintanya yang begitu besar kepada Allah dan Rasul-Nya serta jihad fie sabilillah, maka ia ikhlas meninggalkan isteri tercintanya demi memenuhi panggilan jihad. Isterinya yang cantik rupawan tak menjadi penghalang baginya untuk mencapai syahid.
           
Begitulah cermin cinta kepada Rasulullah. Cinta suci yang mampu mengalahkan cinta kepada apa pun dan siapa pun. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang pasik.” (QS. 9 : 24).

Harta

Harta pada dasarnya bersifat netral. Ia tidak mulia atau hina, baik atau buruk. Harta lebih sebagai ujian bagi sifat dasar manusia terhadap Allah SWT. Dengan harta itu, mampukah manusia menjadi hamba yang lebih dekat kepada Allah SWT, atau justeru menjadi budak harta yang terlena dan teperdaya.

Singkat kata, harta merupakan cobaan bagi keimanan dan ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Firman Allah SWT, "Sesungguhnya harta benda dan anak-anakmu hanyalah ujian, dan di sisi Allah jualah pahala yang besar." [QS. At-Taghaabun : 15]

Ayat di atas, tidak hanya memastikan bahwa harta adalah ujian, namun juga menunjukkan bahwa harta merupakan jenis kenikmatan duniawi lainnya. Seberapa pun besarnya, harta tidak memiliki nilai sama sekali di hadapan Allah. Sebanyak apa pun harta yang dimiliki seseorang, ia tetap kecil di hadapan Allah dan tidak kekal. Tetapi, yang bernilai adalah ketika harta itu dapat difungsikan dengan tepat, sesuai dengan yang Allah amanatkan.

Allah SWT berfirman, ".....Katakanlah (wahai Muhammad): Harta benda yang menjadi kesenangan di dunia ini adalah sedikit sekali, (dan akhirnya akan lenyap) dan (balasan) hari akhirat itu lebih baik lagi bagi orang-orang yang bertakwa (karena ia lebih mewah dan kekal selama-lamanya) dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun. "
[QS. An-Nisaa' : 77]

Begitulah Allah SWT menjelaskan hakikat harta. Sebagai ujian, harta dititipkan kepada siapa saja, tanpa pandang bulu; entah itu orang kaya, orang miskin, cendekiawan, pegawai, bahkan ulama. Masing-masing akan diuji dengan harta yang ada pada mereka.

Karena itu, kesadaran untuk memahami kehidupan dunia sebagai ujian, perlu dibangun agar harta tidak membutakan mata hati dan memalingkan manusia dari Allah SWT.

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu dilalaikan oleh (urusan) harta bendamu dan anak-anakmu dari mengingat Allah (dengan menjalankan perintahNya). Dan (ingatlah), siapa yang melakukan demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi." [QS. Al-Munaafiquun : 9]

Jadi, sikap terbaik dalam menyikapi harta duniawi adalah berperilaku zuhud. Zuhud adalah sikap di mana seseorang tidak merasa bangga, buta hati, dan teperdaya dengan harta dan segala kenikmatan dunia. Sebaliknya, jangan merasa kehilangan dan berduka ketika segala kenikmatan tersebut dicabut.

Allah berfirman; "(Kamu diberitahu tentang itu) supaya kamu tidak bersedih hati akan apa yang telah luput daripada kamu dan tidak pula bergembira (secara sombong dan bangga) dengan apa yang diberikan kepada kamu dan (ingatlah), Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong, lagi membanggakan diri." [QS. Al-Hadid : 23]
Wallahua'lam bisshawab.

Memuliakan Tetangga

Tetangga itu ada tiga macam, ada yang hanya mempunyai satu hak, ada yang mempunyai dua hak, dan ada yang mempunyai tiga hak. Adapun tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga Muslim yang serahim. Dia mempunyai hak sebagai tetangga, sebagai Muslim dan sebagai saudara serahim.

Adapun yang mempunyai dua hak ialah tetangga Muslim yang tidak serahim, dia mempunyai hak tetangga dan seiman. Sedang yang hanya mempunyai satu hak ialah tetangga yang musyrik, juga yang kafir,” demikian menurut pendapat para ulama. (lihat Alsukukul ijtima’i fil Islam).

Cara memuliakan tetangga ada banyak macam. Abu Jumrah merinci beberapa di antaranya: senantiasa ingin berbuat baik untuk mereka, menasihatinya dengan nasihat yang baik, mendoakan supaya mendapatkan hidayah Allah, dan tidak membahayakannya.

Terhadap tetangga, setiap manusia berkewajiban untuk menahannya dari perbuatan jelek dan munkar. Kita berhak memperlihatkan Islam pada tetangga kita, menyebutkan kebaikan dan kelebihan Islam, mendorongnya dengan penuh lemah-lembut agar mereka menerima Islam.

Rasulullah SAW menjelaskan berkaitan dengan berbuat baik dengan tetangga, seperti yang dikatakannya kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak sayur, maka perbanyaklah airnya, dan berilah tetanggamu bagian dari sayur itu.” (HR. Muslim)

Kepada para wanita Rasulullah SAW juga memperingatkan, “Wahai wanita-wanita muslimat, jangan ada seorang tetangga wanita menghina (menganggap remeh) tetangga wanita lain meskipun sebesar ujung kuku biri-biri.” (HR. Bukhari)

Kepada orang yang tidak mau tahu menahu permasalahan tetangganya, Nabi SAW memberi peringatan, “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sedang tetangga yang di sampingnya kelaparan, dan diapun mengetahuinya dan menyadarinya.” (HR. Tabrani)

Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Jangan menganggap remeh berbuat baik kepada tetangganya, meskipun hanya sedikit.” Sementara itu secara lebih rinci dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain: Harus memulai memberi salam, banyak berbicara dengannya, jangan kerap bertanya mengenai keadaannya yang menyebabkan mereka bingung, menjenguk yang sakit, menyertainya jika mereka kena musibah, ikut merasakan senang jika mereka senang, memaafkan kekurangan dan kekeliruannya, tidak mengintip dan membuka rahasianya, tidak menempelkan batang kayu pada dinding rumahnya, tidak menumpahkan air di depan rumahnya, tidak menyempitkan jalan menuju rumahnya.

Hendaknya kita selalu menutup aib dan kesalahannya, dan tidak membukanya, turut memantau (membantu mengawasi) rumahnya jika mereka sedang bepergian, tidak mendengar pembicaraannya, memalingkan mata dari memandang istrinya, dan menunjukkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui berkenaan dengan masalah-masalah agama.

Nah saudaraku, hak tetangga itu akan lebih besar lagi jika mereka itu seorang anak yatim, janda fakir, miskin atau orang yang sudah tua renta, terlebih bila sudah tidak ada yang mengurusnya lagi.

Lalu, bagaimana dengan kita? Sudahkan kita menunaikan apa yang menjadi hak-hak tetangga kita selama ini?

Hak Kedua Orang Tua

“Dan Kami Wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya,” (QS. Al-Ankabutt 29:8)

Hak kedua orang tua ialah, mentaati, menafkahi, melayani, mencintai keduanya sebagaimana kedua orang tua tersebut melakukan hal itu ketika anaknya kecil. Kemudian bergaul dengan keduanya dengan baik. Sedangkan hak ibu lebih besar dari hak bapak.. Berbuat baik kepada kedua orang tua yang musyrik juga kita diharuskan. Kecuali jika mereka menyuruh sesuatu yang bertentangan dengan Islam.

”Dan Tuhan-mu telah Memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (al Israa 17:23)

Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: Saya bertanya pada Rasulullah saw.: Apakah Amal perbuatan yang lebih disukai oleh Allah? Nabi: Berbakti pada kedua ayah bunda. Saya bertanya, kemudian apalagi? Jawabnya: Jihad (berjuang dalam jalan Allah) (HR. Bukhari, Muslim)

Abu Hurairah ra. berkata: Datanglah seorang kepada Nabi saw. dan bertanya: Siapakah yang berhak aku layani dengan sebaik-baiknya? Jawab Nabi: Ibumu Kemudian siapa? Jawab Nabi: Ibumu. Kemudian siapa? Jawab Nabi: Ibumu. Lalu siapa lagi? Jawab Nabi: Ayahmu. (HR. Bukhari, Muslim)

“Seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah SAW, adakah sesuatu kebaikan yang dapat aku persembahkan kepada kedua orang tuaku sepeninggal mereka berdua? Jawab Rasulullah SAW,” Yah, menshalatkan keduanya, memohonkan ampun keduanya, menepati janji keduanya setelah keduanya meninggal, menyambung tali keluarga yang tidak disambung keduanya dan menghormati teman-teman keduanya.” (HR. Abu Dawud)
“Ridha Rabb ada dalam ridha kedua orang tua dan kemarahan Rabb ada dalam kemarahan kedua orang tua.” (HR. Tirmidzi)

Nabi saw. bersabda: Sungguh kecewa, sungguh kecewa dan hina, sungguh kecewa, siapa yang mendapatkan kedua ayah bundanya atau salah satunya sampai tua, kemudia ia tidak dapat masuk sorga. (HR. Muslim)

Hadits ini seolah-olah menggambarkan bagaimana mudahnya seorang akan masuk sorga, asalkan ia masih berbakti kepada keduanya dan mendapat do’a dan keridhoan orang tuanya yang merasa puas kepadanya. “Dosa-dosa besar ialah: Menyekutukan Allah, dan durhaka pada kedua ayah-bunda dan membunuh manusia dan sumpah palsu (sumpah yang menenggelamkan ke dalam neraka).” (HR. Bukhari)

Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Daripada dosa-dosa besar ialah seseorang yang memaki kedua ayah-bundanya. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah adakah seorang yang memaki ayah-bundanya? Jawab Nabi: Ya. Dia memaki ayah orang lain, maka dibalas memaki pada ayahnya atau dia memaki ibu orang lain, lalu dibalas memaki pada ibunya (HR. Bukhari, Muslim)

HAK-HAK KAUM KERABAT (AKHLAK KEPADA KAUM KERABAT)

Dan diantara hak kaum kerabat ialah menghubungi mereka semampunya dengan berbagai cara. Menyambungkan tali keluarga/silaturahmi ini merupakan sebagian dari kewajiban Muslim. Sekurang-kurangnya melakukan kunjungan, saling mengucapkan salam, berkirim-kiriman surat dan bertukar hadiah.

Rasulullah SAW bersabda : “Sedekah kepada orang miskin (bernilai) satu sedekah, dan kepada kaum kerabat (dinilai) dua sedekah”. “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (memperguna-kan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu Menjaga dan Mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa’ 4:1)

Seorang bertanya : Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku amal yang dapat memasukkan ke dalam sorga, dan menjauhkan dari api neraka? Jawab Nabi: Menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan dengan-Nya sesuatu apapun, dan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat dan menghubungi famili kerabat. (HR. Bukhari, Muslim)

Bersabda Nabi saw.: Bukan yang disebut menghubungi persaudaraan itu, seorang yang membalas hubungan kebaikan. Tetapi menghubungi persaudaraan itu yaitu jika keluarga sahabat itu memutuskan hubungan lalu dihubungiunya. (HR. Bukhari). Anas ra. berkata: Bersabda Rasulullah saw.: Siapa ingin dilapangkan rizqinya dan ditunda umurnya (ajalnya) hendaknya menghubungi famili. (HR. Bukhari, Muslim)

Ditunda ajal, ialah diberi berkat dalam umurnya, sehingga bekasnya sangat besar dan luas sekali. “Orang-orang yang merusak Janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah Perintah-kan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)” (QS. Ar Ra’d 13:25)
“Tiada akan masuk sorga orang yang memutuskan hubungan famili.” (HR. Bukhari, Muslim)