Alkisah, di suatu pagi ada seorang lelaki tua yang terbiasa jalan pagi setelah melaksanakan shalat Shubuh. Lelaki tua itu biasanya jalan pagi sejauh kurang lebih satu kilom meter.
Sesaat sedang bersiap-siap dengan sepatu ketnya, tiba-tiba ada lelaki tua lain seuisianya dengan wajah ceria, badan tegap dan memakai sepatu ket juga menghampirinya dan bertanya, “Pak Haji, ayo kita jalan pagi biar sehat,” katanya. Maka lelaki tua yang disapa pak haji itu berjalan mengiringi langkah lelaki tua yang masih tampak tegap tadi.
Setelah beberapa jauh mereka berjalan, tiba-tiba di depan lelaki tua tegap tadi berjalan juga seorang lelaki tua dengan mengenakan jas hitam, dan tongkat sebagai penyangga.
Lelaki tua berjas hitam itu tiba-tiba berhenti dan memegangi kedua lututnya yang tampak sedang kesakitan. Setelah mendekati lelaki tua berjas hitam itu, lelaki tua berbadan tegap bertanya kepadanya, “Mengapa berhenti, ada apa dengan kedua kaki anda?
“Yah, beginilah jika sudah tua. Badan sakit beribu rasa. Aku bingung, kapan hidupku akan berakhir?” ungkap lelaki tua berjas hitam itu pesimis.
Mendengar ungkapan lelaki tua berjas hitam itu, lelaki tua tegap itu segera menimpali. Katanya, “Mengapa anda bicara seperti itu. Memang kapankah sebenarnya hidup ini bermula,” tanyanya kepada lelaki tua berjas hitam itu.
Saudaraku,
Dari sekelumit kisah di atas, ada satu hal yang menghentak hati kita, yaitu pertanyaan lelaki tua tegap itu kepada temannya lelaki tua berjas hitam yang menanyakan “kapan sebenarnya hidup ini bermula?”
Subhanallah, pernahkah pertanyaan seperti di atas hinggap di hati kita? Pernahkah kita berfikir kapan sebenarnya hidup kita bermula? Sebuah pertanyaan yang mampu menyingkap eksistensi kita di dunia ini. Sebuah pertanyaan jitu yang syarat akan makna.
Bila kita hayati, sebenarnya kita tak pernah tahu kapan hidup ini bermula. Apakah sejak kita terlahir ke dunia? Jawabannya adalah belum tentu.
Pertanyaan lelaki tua tegap tadi sebenarnya mengandung dua hal yang saling berkaitan. Pertama, sebenarnya kita tak pernah tau kapan hidup ini bermula. Kedua, pertanyaan itu mengandung pengertian bahwa hidup adalah keluhan, kehampaan, keterasingan dan kematian itu sendiri.
Sebagai Muslim, tentu dalam menjalani hidup yang singkat ini, waktu adalah segala-galanya. Pandai memanfaatkan waktu untuk kebaikan berarti kita akan memetik kebaikan abadi di akhirat kelak. Kaitannya dalam hal ini, setiap hidup adalah keterasingan, kehampaan, keluhan bahkan kematian bila tak pandai memanfaatkan waktu yang ada.
Saudaraku,
Dalam Alqur’an surat Al ‘Ashr, Allah SWT sendiri telah bersumpah bahwa hidup anak Adam selalu diliputi kerugian yang sangat besar di akhirat kelak. Ayat ini berlaku untuk semua manusia, kafir atau Muslim, yang pasti dia adalah manusia.
Di ayat selanjutnya Allah SWT mengatakan kecuali bagi orang-orang yang menegakkan kesabaran dan bersungguh-sungguh dalam beramal shalih, maka merekalah orang-orang yang kelak akan mendapatkan keberuntungan. Berita ini tidak lagi bersifat umum. Tetapi khusus bagi orang-orang yang beriman.
Saudaraku,
Kita tak pernah tahu kapan hidup ini bermula. Tetapi kita juga tak perlu mengajukan pertanyaan pesimis seperti yang ditanyakan lelaki tua berjas hitam tadi yang mengatakan, “kapan hidup ini akan berakhir?”
Bisa jadi, ungkapan itu muncul karena lelaki tua berjas hitam itu merasa di hari-hari tuanya semakin terasa tak bermakna, hampa, garing dan hanya hidup hanya akan menjadi beban bagi anak-anaknya saja.
Ungkapan itu wajar memang, tapi yang tak wajar adalah mengapa seolah-olah lelaki tua berjas hitam itu tahu kapan hidup ini bermula?
Saudaraku,
Itulah kehidupan. Tumbuh, berdiri, lalu jatuh berguguran di hempas desiran angin senja. Karenanya, bagi seorang muslim, hidup adalah kematian bila hari-harinya tak diisi dengan amalan-amalan shalih, bersabar dalam menegakkan kebenaran, dan beramal dengan kesungguhan.
Hidup ini tak ada artinya sama sekali bila tak mampu menyerap isyarat-isyarat dari Ilahi. Hidup seseorang sama dengan matinya bila tak mampu memenej waktu dengan sebaik-baiknya.
Saudaraku,
Tanyakan pada diri kita “kapan hidup ini bermula?” Dan buang jauh-jauh pertanyaan “kapan hidup ini berakhir?”
Pertanyaan kedua bisa jadi adalah racun. Ia adalah ungkapan lemah yang bisa mematikan syaraf berfikir, semangat dan cita-cita. Ia adalah satu ungkapan dimana hati dan akal sudah tak bisa lagi membedakan antara sikap dan sifat. Dan itu adalah ungkapan orang-orang lemah yang menjalani kehidupan ini dengan ceroboh.
Pertanyaan itu adalah virus. Hindari dan jangan sampai pertanyaan itu memasung cita-cita mulia kita.
(Ditulis dari ungkapan alm. Hi. Ihsan Putra, “hidup adalah kematian dan kematian adalah kehidupan” saat kultum ba’da Shubuh di Masjid At Taqwa Ponpes Al Fatah Bogor)
Jumat, 23 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.