Dikisahkan suatu ketika, Fathimah merasa lelah karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, terutama pengaruh alat penggiling yang biasa digunakannya untuk menggiling gandum. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah SAW untuk meminta seorang pembantu wanita yang bisa membantunya.
Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi SAW, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala Nabi tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.
Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan, memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah.
Lalu Nabi SAW pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta ijin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata. “Tetaplah engkau di tempatmu.” “Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?”
Fathimah menjawab, “Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku.”
Beliau berkata, “Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu?” Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata, “Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.”
Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi Laila, “Ali berkata, ‘Semenjak aku mendengar dari Nabi SAW berwasiat, aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu.”
Ada yang bertanya, “Tidak pula pada malam perang Shiffin?”
Ali menjawab. “Tidak pula pada malam perang Shiffin”.
Menurut Al-Qurthuby, beliau mengajarkan dzikir kepada keduanya, agar ia menjadi pengganti dari do’a tatkala keduanya dikejar kebutuhan, atau karena itulah yang lebih beliau sukai bagi putrinya, sebagaimana hal itu lebih beliau sukai bagi dirinya, sehingga kesulitannya bisa tertanggulangi dengan kesabaran, dan yang lebih penting lagi, karena berharap mendapat pahala.
Lalu, bagaimana dengan kita? Sudahkah setiap kita akan tidur menugcapkan zikir seperti yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Fatimah dan Ali? Wallahua’lam.
Jumat, 23 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.