Senin, 29 Maret 2010

Sifat Manusia Bisa Lebih Hina dari Mahluk Lain

Kemuliaan itu sudah nampak terlihat ketika Allah SWT memberikan pangkat dan kedudukan yang namanya khalifah, ketika manusianya belum diciptakan dan media buminya belum diciptakan Allah sudah memberikan suatu pangkat dan kedudukan berupa khalifah.

Dalam surat Al baqaroh dan surat At Tiin, kemudian pangkat yang kedua yang diberikan Allah kepada manusia itu setelah diciptakan makhluk dengan “ahsanitagwim” kesempurnaan makhluk dan kesempurnaan ciptaan. Kemudian Allah SWT memilih lagi makhluk-makhluk yang mulia itu berupa pangkat bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.

Eksistensi kehadiran manusia sudah dipertanyakan oleh Malaikat-malaikat mulai sejak Allah SWT mengumandangkan akan menciptakan di atas muka bumi ini seorang khalifah dimana telah digambarkan dalam surat Al baqaroh ayat 30 menjelaskan bahwa Allah mempunyai gagasan besar dan gagasan yang amat mulia kemudian mengundang pertanyaan-pertanyaan para Malaikat tentang gagasan Allah SWT dengan pertanyaannya para Malaikat mempertanyakan eksistensi manusia yang dalam gambaran ayat tersebut: “apakah Engkau akan menciptakan khalifah yang justru membuat kerusakan dan melakukan pertumpahan darah ?”.

Para Malaikat menduga bahwa khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan itu mungkin berdasarkan suatu pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, di mana ada makhluk yang berlaku demikian, atau bisa juga berdasar asumsi bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan Malaikat, maka pasti makhluk itu berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih dan mensucikan Allah SWT.

Realitas yang kita saksikan sekarang ini adalah apa yang pernah menjadi pertanyaan Malaikat sebelum manusia itu diciptakan sebagai khalifah, bahwa makhluk yang Engkau akan ciptakan itu akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah, kemudian Allah SWT mengatakan “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang belum engkau ketahui“. Kemudian setelah, diciptakan manusia lalu disempurnakan dalam bentuk yang terbaik.

Naluri diri seorang Manusia
Kemudian banyak orang bertanya manusia itu dijatuhkan pada derajat hina bahkan lebih hina dari pada makhluk-makhluk lain. Dalam konteks tasawuf dapat disebut beberapa naluri diri manusia yang bisa menyebabkan jatuhnya harga diri dan kehinaan seperti naluri bahiimiah atau naluri kebinatangan, naluri sobi’iyah atau naluri kepuasan, naluri syaitoniah atau naluri syetan dan naluri Robbaniah atau naluri Ketuhanan.

Maka ketika ada firman Allah SWT, manusia terjatuh pada derajat yang sangat hina, karena nuluri-naluri negatif yang mendominasi dalam diri manusia seperti naluri kebinatangan, naluri kepuasan, naluri syetan, itulah naluri yang ketika naluri ini mendominasi manusia maka “kemudian Allah kembalikan manusia ke tempat yang serendah-rendahnya“.

Kalau kita perhatikan di TV ada satu acara yang sebenarnya acara itu syarat dengan pesan Al qur’an yaitu national geografik yang pada hakekatnya juga produsernya kita tidak mengetahul tetapi kita yakini Itu bahwa diproduksi oleh orang-orang barat yang meneliti ciptaan-ciptaan Tuhan. Kita sekarang tidak memperhatlkan hal itu, padahal Jika kita menyasikan hal itu kita akan menemukan kebesaran Allah dan kita bisa mengukur apakah kta ini benar-benar khalifah yang sebaik-baiknya.

Sebagal contoh ditampilkan seekor rusa yang melahirkan anaknya, ketika anak itu lahir dibersihkan dengan Lidah yang ada dibadannya, itulah naluri binatang rusa untuk menghilangkan jejak dari penciuman binatang buas. Aroma anak rusa yang bau amis itu dihilangkan oleh sang induknya dengan penuh rasa kasih sayang agar terhindar dari binatang buas. Itu naluri bahiimah (kebinatangan), tetapi dia bisa melakukan sebuah kemuliaan dengan penuh kasih sayang terhadap anaknya.

Maka ketika ada orang bertanya ada naluri kebinatangan. yang mendominasi dirinya bahkan dia bisa jadi binatang dan bahkan lebih hina dari pada binatang. Terjadi ketika rusa itu penuh kasih sayang yang dibersihkan dengan lidahnya, tetapi terjadi pada diri manusia ketika bayi itu dilahirkan, kita telah mendengar dan melihat baik di media surat kabar maupun media elektronik betapa bayi yang tidak berdosa baru dilahirkan kemudian dibunuh dalam keadaan hidup - hidup, “Masya Allah”. Pernah beberapa waktu yang lalu ada bayi baru dilahirkan kemudian dibunuh dan dimasukkan ke dalam septictank.

Perlu kita ketahui bahwa yang tidak terjadi pada dunia hewan tetapi telah terjadi pada diri manusia itu sendiri. Jadi tidak perlu bertanya ketika “Kemudian Allah kembalikan manusia ke tempat yang serendah-rendahnya“, karena ada naluri binatang yang terjadi pada diri manusia dan bahkan bisa terjadi lebih hina dari pada binatang.

Telah dicontohkan seperti ular yang hidup di gurun dan sangat buas sekali, kita bisa mengukur apakah ular tersebut lebih rakus atau lebih santun dari pada manusia. Ketika ada seekor tikus itu lewat di depannya kemudian ular itu mensergap hingga mati, seekor ular memakan satu ekor tikus yang dimangsa itu bisa bertahan hidup selama 6 bulan lamanya.

Tetapi terjadi kepada manusia yang Allah SWT berfirman dalam surat At Takaatsur ayat 1 - 2 yang artinya “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam neraka“. Sifat manusia selalu mengumpulkan harta, merampas bukan haknya dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Manusia tidak cukup sampai 6 bulan tetapi menjelang matipun masih ada rasa takut kelaparan karena serakah dan rakus. Adapun seekor buaya pun jika telah memakan seeokor mangsanya dapat bertahan sampai bertahan untuk tidak makan selama 4 bulan lamanya.

Kedua, Naluri Sabi’iyah atau naluri kepuasan. Ada seekor harimau yang menerkam seekor rusa dengan mencabik-cabik, jika kita melihat dan mengetahui bahwa harimau itu adalah binatang buas. Kalau harimau itu memangsa dan mencabik-cabik rusa dengan kebuasannya itu wajar, karena binatang buas, yang tidak pantas kalau kepuasan terjadi pada manusia karena dia bukan binatang buas.

Ternyata yang terjadi sekarang ini adalah kebuasan terjadi pada diri manusia yang melebihi kebuasan pada binatang buas. Ada kebuasan yang melebihi kebuasan binatang buas itu sendiri telah terjadi pada manusia dan ini dipertanyakan oleh Malaikat terhadap eksistensi kita.

Ketiga Naluri Syaitoniyah, atau naluri syetan. Ada seorang ulama Ibnu Qayyim memberikan satu nasehat kepada kita bahwa syetan itu jika ingin menggoda manusia dia lihat tipe dan karakter manusia. Ada manusia yang tidak perlu digoda oleh syetan dan ada pula manusia yang perlu digoda oleh syetan.

Manusia yang harus digoda syetan adalah manusia-manusia yang ikhlas, yang beriman dan beramal sholeh, tetapi ada manusia tidak perlu digoda oleh syaitan karena dia sendiri sudah menjadi bagian-bagian dari pada syaitan. Dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa musuh yang Allah berikan kepada para nabi itu adalah musuh-musuh dari kalangan syetan yang wujudnya berupa jin dan manusia. Berapa banyak manusia yang sekarang ini telah menjadi bagian dari pada kekuatan-kekuatan jahat syaitan.

Keempat Naluri Robbaniah atau naluri Ketuhanan. Allah SWT memberikan naluri kepada manusia berupa naluri Robbaniah atau naluri kebajikan, tetapi naluri ini oleh manusia tidak dipupuk, tidak disiram dan tidak dijaga dengan baik. Padahal dengan naluri Robbaniah ini mampu menghadapi dengan ketiga naluri yang negatif yang ada dalam diri manusia. Naluri Robbaniah ini hanya didapatkan oleh orang-orang yang ikhlas dan yang beramal sholeh. Untuk itu marilah kita kukuhkan lagi eksistensi kita sebagai manusia, sehingga predikat kekhalifahan yang diberikan oleh Allah SWT senantiasa terjaga. Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.