Selasa, 12 Januari 2010

Empati Bagi Si Miskin

Namanya Udin. Usianya sudah tidak muda lagi. Tapi, dia pantang berdiam diri. ''Malu bagi saya menengadahkan tangan,'' ujarnya suatu ketika. Orang mengenalnya sebagai tukang serabutan, kadang memperbaiki genting yang bocor, membenarkan engsel pintu, membersihkan halaman, atau sekadar menambal pipa air yang bocor.

Lama dia tak muncul di Jakarta Selatan, tempat dia biasa menawarkan jasa. Tak ada salamnya di Kantor PP Aisyiyah yang sudah ibarat rumah kedua baginya.

Beberapa orang berinisiatif menyusulnya ke desa asalnya di Cianjur, Gerbang Marhamah. Kabarnya sungguh mengejutkan, Pak Udin meninggal dunia. Dia sakit, dan tak ada yang membawanya ke dokter karena tak ada dana. Yang mengejutkan adalah cerita sehari menjelang ajal. Tetangganya menemukan Pak Udin dengan tubuh panas, tengah memegangi perutnya. ''Saya lapar. Tiga hari saya belum makan.''

Pak Udin tak seharusnya kelaparan. Daerahnya adalah lumbung padi. Saat itu, musim panen baru saja dimulai. Seandainya saja ada satu saja orang yang peduli.

Di sekitar kita, mungkin ada Udin-Udin yang lain. Mereka miskin, namun berjuang untuk tidak menjadi peminta-minta. Tubuhnya yang makin renta dimakan usia 'digadaikan' demi sepiring nasi.

Pada Ramadhan ini, mari kita mulai menjadi pribadi yang peduli dan penuh empati. Puasa menurut syara artinya menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri dari waktu imsak hingga terbenamnya matahari.

Mencegah dari makan dan minum mengandung makna sosial agar kita turut merasakan bagaimana orang miskin seperti Pak Udin menahan lapar. Sebagaimana Ibnul Qoyyan menyatakan, ''Puasa dapat mengingatkan orang-orang berpunya akan penderitaan dan kelaparan yang dialami orang-orang miskin.''

Di negeri yang sudah 62 tahun merdeka ini, masih banyak mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, mereka mati di lumbung padi. Kenapa? Karena mereka hanya menjadi buruh upah di sawah-sawah besar yang dimiliki orang-orang berpunya, yang ketika panen, tak sebiji padi pun yang singgah ke rumah-rumah mereka.

Mari kita mulai hari ini, agar orang-orang seperti Pak Udin tak harus kelaparan saat ajal menjemputnya.[sumber: www.republika.co.id]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.