“Dan belanjakanlah di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Dalam literatur fiqih Islam klasik, masalah rokok tidak pernah ditulis. Kemungkinan besar karena rokok di zaman itu belum lagi dikenal. Baru pada beberapa abad yang lalu peradaban manusia mengenal rokok. As-Syeikh Ali Thanthawi mengatakan bahwa rokok di negerinya baru dikenal 1.000-an tahun yang lalu.
Itu pun belum lagi diketahui sejauh mana bahayanya pada kesehatan. Karena itu bila kita mengacu pada literatur klasik, tidak kita temukan pernyataan mereka tentang rokok.
Sedangkan para ulama masa kini, di antaranya para ulama di Saudi, Yaman dan Mesir dan negeri lainnya di Timur Tengah, banyak berbicara tentang bahaya rokok serta melarang umat Islam mengkonsumsinya karena alasan-alasan yang sangat nyata. Maka bila kita menelaah fatwa ulama masa kini dalam masalah rokok, hampir seluruhnya melarang.
Jadi bila ada sementara tokoh agama, kiyai, ulama atau ustadz yang masih tetap merokok, besar kemungkinan mereka belum lagi menelaah fatwa para ulama masa kini tentang bahaya rokok. Atau belum mendapatkan informasi yang akurat berkaitan dengan bahaya rokok tersebut.
Ada sementara kalangan yang membolehkannya atau sekedar memakruhkannya dan tidak sampai mengharamkannya. Pertama, yang mengatakan makruh. Banyak kalangan ulama di negeri kita yang masih saja asyik merokok, hal itu lantaran dalam kitab fiqih mereka tidak pernah tercantum bab tentang rokok, kecuali sekedar benda yang mengakibatkan mulut berbau tidak sedap. Oleh karena itu hukumnya sekedar makruh saja, tidak pernah sampai haram. Karena ilmu pengetahuan penulis kitab fiqih di masa lalu baru sampai ke tingkat itu, tidak lebih.
Kedua, yang mengatakan haram. Berbeda dengan ulama di zaman sekarang, yang hidup di era kemajuan. Begitu banyak informasi yang baru terkuak di zaman ini, sementara 100-an tahun yang lalu orang masih buta tentang hakikatnya.
Informasi yang paling akurat dan sangat terpercaya dari dunia kesehatan telah dengan aklamasi mengatakan bahwa tidak pernah ada batas aman untuk merokok. Sebab dalam sebatang rokok terdapat 40.000-an jenis racun yang paling berbahaya bagi manusia.
Kalau racun-racun itu dikonsumsi terus menerus, maka nyaris hampir semua penyakit akrab dengan tubuh seseorang. Selain itu juga ada fakta-fakta yang tidak mungkin
Dipungkiri lagi, di antaranya; rekomendasi WHO, 10/10/1983 menyebutkan seandainya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi kesehatan asasi manusia di muka bumi.
WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok.
Sementara 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok. Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas. Sekitar 20 batang rokok perhari menyebabkan berkurangnya 15% haemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.Posentase kematian orang yang berusia 46 tahun atau lebih adalah 25% lebih bagi perokok.
Maka wajar bila para ulama di masa sekarang ini yang hidup dengan semua sumber informasi umumnya mengharamkan rokok. Meski tidak terdapat nash sharih yang mengharamkannya, namun kriteria rokok sebagai racun yang haram dimakan telah dengan tegas di dalam quran dan sunnah.
Mereka yang mengharamkan rokok, berangkat dari dalil umum tentang haramnya seseorang menceburkan diri ke dalam kehancuran. Misalnya firman Allah SWT, “Dan belanjakanlah di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Budaya (me) rokok termasuk gelaja yang relatif baru di dunia Islam. Tak lama setelah Chirstopher Columbus dan penjelajah-penjelajah Spanyol lainnya mendapati kebiasaan bangsa Aztec ini pada 1500, rokok kemudian tersebar dengan cepatnya ke semenanjung Siberia dan daerah Mediterania. Dunia Islam, pada saat itu berada di bawah kekhilafahan Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Setelah diketahui adanya sebagian orang Islam yang mulai terpengaruh dan mengikuti kebiasaan merokok, maka dipandang perlu oleh penguasa Islam saat itu untuk menetapkan hukum tentang merokok.
Pendekatan yang digunakan untuk menetapkan hukum merokok, adalah dengan melihat akibat yang nampak ditimbulkan oleh kebiasaan ini. Diketahui bahwa merokok menyebabkan bau nafas yang kurang sedap. Fakta ini kemudian dianalogkan dengan gejala serupa yang dijumpai pada masa Rasulullah SAW, yaitu larangan mendatangi masjid bagi orang-orang yang habis makan bawang putih/bawang merah mentah, karena bau tak sedap yang ditimbulkannya. Hadist mengenai hal ini diriwayatkan antara lain oleh Ibnu Umar, ra, dimana Nabi bersabda, "Siapa yang makan dari tanaman ini (bawang putih) maka jangan mendekat masjid kami." (HR Bukhari-Muslim).
Sebagaimana kita ketahu, di penghujung sholat setiap orang memberikan salam, yang bisa bertemu muka satu dengan yang lainnya. Dapat dibayangkan, betapa tidak nyamannya bila ucapan salam ke kanan-kiri itu menebarkan "wangi" bawang mentah. Berdasarkan analogi tersebut, para ulama Islam saat itu berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh (tercela).
Sebenarnya pengaruh buruk dari merokok terhadap kesehatan telah diperkirakan sejak awal abad XVII (Encyclopedia Americana, Smoking and Health, p.70 1989). Namun demikian, rupanya perlu waktu hingga 350 tahun untuk mengumpulkan bukti-bukti ilmiah yang cukup untuk meyakinkan dugaan-dugaan itu.
Kenaikan jumlah kematian akibat kanker paru-paru yang diamati pada awal abad XX telah menggelitik dimulainya penelitian-penelitian ilmiah tentang hubungan antara merokok dan kesehatan. Sejalan dengan peningkatan pesat penggunaan tembakau, penelitian pun lebih dikembangkan, khususnya pada tahun-tahun 1950-an dan 1960-an.
Laporan penting tentang akibat merokok terhadap kesehatan dikeluarkan oleh The Surgeon General's Advisory Committee on Smoking and Health di Amerika Serikat pada tahun 1964. Dua tahun sebelumnya The Royal College of Physician of London di Inggris telah pula mengeluarkan suatu laporan penelitian penting yang mengungkapkan bahwa merokok menyebabkan penyakit kanker paru-paru, bronkitis, serta berbagai penyakit lainnya.
Hingga tahun 1985 sudah lebih dari 30.000 paper tentang rokok dan kesehatan dipublikasikan. Sekarang ini tanpa ada keraguan sedikitpun disimpulkan bahwa merokok menyebabkan kanker paru-paru baik pada laki-laki maupun wanita. Diketahui juga bahwa kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker pada manusia.Merokok juga dihubungkan dengan kanker mulut, tenggorokan, pankreas, ginjal, dan lain-lain.
Bukti-bukti ilmiah tentang pengaruh negatif rokok terhadap kesehatan yang telah diringkaskan di atas mengharuskan kita untuk meninjau kembali status hukum makruh merokok yang selama ini kita ketahui.
Beberapa fakta berikut ini sangat relevan untuk dijadikan bahan perenungan dan pertimbangan, sebelum me"nikmati" sebatang rokok lagi:
Pertama, rokok menyebabkan kanker dan kanker menyebabkan kematian, maka merokok menyebabkan kematian. Hukum tentang perbuatan semacam ini secara terang dijelaskan dalam syariat Islam, antara lain ayat Al-Quran artinya, "...dan janganlah kamu membunuh jiwa..." (QS. 6:151)
Kedua, tubuh kita pada dasarnya adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Mengkonsumsi barang-barang yang bersifat mengganggu fungsi raga dan akal (intoxicant) hukumnya haram, misalnya alkohol, ganja dan sebangsanya. Perhatikan firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib adalah kekejian, termasuk perbuatan setan. Jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu sukses." (QS. 5:90).
Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadist yang dikumpulkan oleh Muslim dan Abu Dawud, dimana Nabi SAW berkata, "Setiap yang mengganggu fungsi akal (intoxicant) adalah khamr dan setiap khamr adalah haram."
Ketiga, merokok hampir selalu menyebabkan gangguan pada orang lain. Asap rokok yang langsung diisapnya berakibat negatif tidak saja pada dirinya sendiri, tapi juga orang lain di sekitarnya. Asap rokok yang berasal dari ujung puntung maupun yang dikeluarkan kembali dari mulut dan hidung si perokok, menjadi "jatah" orang-orang disekelilingnya. Ini yang disebut peokok pasif (passive smoking) yang berakibat sama saja dengan dengan si perokok atau bahkan lebih parah. Berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya (mudharat) bagi diri sendiri apalagi orang lain, adalah hal yang terlarang menurut syariat. Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Laa dharar wa laa dhiraar".
Keempat, mudarat Harta. Harta yang kita miliki tidak pantas dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, misalnya dengan membakarnya menjadi abu dan asap rokok. Tegakah kita melihat selembar uang berwajah kartini dibakar setiap minggunya? Bukankah akan lebih berkah dan diridhai Allah SWT jika uang itu kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri kita tercinta? Allah SWT berfirman, "...dan janganlah menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sungguh para pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar pada Tuhannya." (QS. 17: 26-27). Sungguh ayat ini adalah suatu deskripsi yan sangat serius.
Kelima, mudarat Penghambaan. Diakui atau tidak, seorang perokok biasanya lebih mendahulukan untuk memenuhi kebutuhan “pribadi”nya (merokok) daripada kebutuhan keluarganya.
Kesimpulan
Uraian singkat di atas cukup kiranya membuktikan bahwa kebiasaan merokok merupakan suatu perbuatan yang terlarang menurut ajaran Islam. Merokok tidak saja memberikan mudharat bagi pelakunya, tetapi juga bagi orang-orang lain di sekitarnya. Merokok tidak dapat memberikan manfaat apapun bagi pelakunya, sehingga membelanjakan harta untuk rokok termasuk dalam kategori pemborosan (tabdzir) yang sangat dicela dalam Islam.
Perlu ditegaskan di sini bahwa Islam pada dasarnya adalah suatu sistem yang membangun, bukan yang menghancurkan. Islam tidak datang untuk menghancurkan kebudayaan, moral maupun kebiasan-kebiasaan umat manusia, tetapi ia datanguntuk memperbaiki kondisi umat manusia. Dengan demikian segala sesuatunya dilihat dari persepektif kesejahteraan umat manusia, apa yang merugikan dihilangkan dan apa yang bermanfaat dikonfirmasikan. Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Islam adalah suatu sistem yang agung. Allah SWT berfirman, "..menyuruh mengerjakan ma'ruf dan melarang perbuatan mungkar, dan menghalalkan segala cara yang baik dan mengharamkan segala yang buruk..." (QS. 7:157).
Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk selalu melakukan apa yang diperintahkan Allah SWT dan RasulNya, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, termasuk MEROKOK..!!! Semoga bermanfaat saudaraku... Wallahu a'lam.[Abu Labib ‘Abdullah: dari berbagai sumber]
Selasa, 19 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.