“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepda-Ku.”
(QS. Adzariyat : 56)
Manusia dan Jin diciptakan di dunia ini tidak sia-sia apalagi sekedar bermain-main. Tugas utama yang diemban adalah untuk beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ada beberapa hal yang mewajibkan manusia untuk beribadah kepada-Nya antara lain;
Pertama, karena memang tugas manusia di bumi ini hanya untuk beribadah kepad Allah Subhanhu Wa Ta’ala semata. Hal ini jelas seperti yang ditunjukkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan Kami tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka menyembah kepada-Ku.” (QS. Adzariyat : 56)
Dari ayat di atas, semakin jelas bahwa hakikat tugas manusia di bumi ini hanya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja. Jika tugas manusia hanya satu, yakni beribadah, bukan berarti aktivitas sehari-hari manusia tidak termasuk ibadah.
Definisi ibadah tentu tak sesempit yang dimaksud, tetapi sangat luas. Seluruh perbuatan manusia dari bangun pagi sampai pagi lagi, bila ditujukan hanya untuk Allah semata, maka itu termasuk dalam kerangka ibadah kepada-Nya. Agar seluruh aktivitas yang dilakukan termasuk ibadah kepada Allah, maka kunci dari semua yang dilakukan itu harus; ikhlas karena Allah, dengan aturan yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya, dan tujuannya hanya untuk Allah semata.
Kedua, sebagai tanda syukur kepada-Nya atas segala nikmat yang tak terhingga besarnya dan tak terhitung jumlahnya. Mensyukuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, berarti menempatkan segala kenikmatan yang diberi itu sesuai pada tempatnya, sesuai dengan tuntunan yang dianjurkan-Nya. Kelalaian dalam mensyukuri nikmat yang diberi-Nya, berarti sengaja mengundang adzab-Nya yang pedih untuk segera datang. Hal ini seperti dalam firman Allah yang artinya, “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim : 7)
Sebenarnya, apapun yang kita lakukan untuk mensyukuri nikmat yang diberi-Nya, maka semua itu tidak akan pernah sebanding dengan besarnya limpahan nikmat yang kita terima tersebut. Namun demikian, bukan berarti Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak menerima rasa syukur yang dipanjatkan manusia. Sebab Allah senang sekali kepada hamba-Nya yang banyak bersyukur.
Ketiga, manusia wajib beribadah, karena itu merupakan konsekuensi dari janjinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saat berada di dalam alam rahim. Sumpah setia ini tertuang dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esa-an Allah).” (QS. Ibrahim : 172)
Keempat, syarat untuk memperoleh rahmat Allah. Setiap manusia, siapapun orangnya, sangat membutuhkan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab hanya dengan rahmat Allah saja manusia bisa hidup di dunia ini. Terlebih lagi bagi seorang mukmin, dalam setiap do’a dan sujud panjangnya ia selalu memohon agar dilimpahkan berbagai rahmat-Nya.
Kata ‘rahmat’ adalah masdar dari kata ‘rahima’ yang berarti kasih sayang. Pemakaian kata rahmat selalu dihubungkan dengan Allah dan manusia. Secara umum rahmat bisa diartikan segala macam pemberian Allah kepada manusia, sebagai bentuk kasih sayang Allah.
Begitu besar kasih sayang Allah kepada manusia sehingga mereka merasa sangat gembira hidup di dunia ini. Allah berfirman, “Dan apabila Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, mereka bergembira dengannya.” (QS. Ar Rum : 36)
Rahmat Allah teragung yang diberikan kepada manusia adalah Alquran seperti dalam firman-Nya, “Dan Kami turunkan Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra : 82).
Dan segala apa yang ada di langit dan di bumipun Allah jadikan sebagai rahmat bagi hamba-hamba-Nya yang mau berpikir. Hal ini seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.”(QS. Al Jatsiyah : 13). Jadi semua itu Allah ciptakan untuk kemaslahatan hidup manusia. Sungguh, betapa hinanya manusia bila masih ada yang memilih agama selain Islam.
Dan betapa hinanya manusia yang tak mau beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Sebab syarat utama dan pertama untuk mendapat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya tanpa menyekutukan dengan sesuatupun. Hal ini seperti yang telah disinyalir dalam firman-Nya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5)
Kelima, karena beribadah kepada Allah merupakan sesuatu yang menjadi tugas para rasul untuk kemudian diajarkan kepada manusia. Dalam hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat Rasul (untuk menyeru): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An Nahl : 36)
Keenam, karena Allah-lah yang paling tepat untuk diibadahi (disembah). Dia-lah yang telah menciptakan langit dan bumi, serta apa yang ada di antara keduanya, termasuk manusia. Dan Dia juga yang telah memenuhi segala kebutuhan manusia baik lahir maupun batin. Karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap manusia untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata.
Bukti bahwa Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu tertuang dalam firman-Nya yang artinya, “Allah-lah yang menciptakan tujuh lapis langit dan juga bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath Thalaq : 12)
RENUNGAN
Saudaraku, sesungguhnya manusia hidup di dunia ini tak lebih dari senda gurau semata, karena itu jangan sampai fatamorgananya menyilaukan mata iman, sehingga membuat kita lupa apa hakikat tujuan hidup ini sesungguhnya.
Sebagai muslim, selayaknya kita selalu muhasabah (introspeksi) seraya memohon pada-Nya agar perjalanan hidup yang sesaat ini bisa selalu dihiasi dengan banyak beribadah kepada-Nya sehingga ridho dan maghfirah-Nya bisa diraih.
Tak ada jalan lain untuk mernggapai kemuliaan dunia akhirat itu kecuali dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Yakinilah bahwa tak ada satupun manhaj (system) yang lebih baik kecuali manhaj yang telah dibawa dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallah Aalaihi Wa sallam kepada umatnya.
Saudaraku, teruslah istiqomah dalam mengabdi kepada-Nya. Jangan pernah berhenti melangkah walau halangan merintang di depan mata. Ingat, tugas kita di dunia ini tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah semata. Siapapun, dan dimanapun kita adanya, maka sekali lagi tugas utama kita diciptakan di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepada Allah, tidak ada lain.
TAKHTIM
Hari ini, masih banyak di antara manusia yang seolah tak memahami mengapa mereka harus beribadah? Ibadah-ibadah yang dilakukan semakin bermakna bila masing-masing dari manusia senang menerima koreksi dari orang lain. Dengan kata lain, untuk saling mengingatkan antara kita agar tetap istiqomah dalam ibadah, maka Islam menuntun manusia untuk hidup berjama’ah di bawah pimpinan seorang imaam.
Hidup berjama’ah, selain merupakan salah satu wujud ibadah kepada Allah, juga merupakan satu jalan agar ibadah-ibadah lain yang kita lakukan menjadi terarah, terpimpin dan terfokus ke satu jalan yang dibenarkan sesuai dengan syari’at Islam.
Hidup berjama’ah di bawah pimpinan seorang khalifah merupakan sistem Ilahi yang kini terabaikan dari konsentrasi kaum muslimin. Jika banyak kaum muslimin masih mengabaikan sistem yang agung ini, maka bagaimana mungkin ibadah-ibadah yang dilakukan diterima disisi-Nya? Bukankah salah satu kriteria ibadah yang akan diterima adalah ibadah yang dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama)?
Hal di atas seperti yang telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firman-Nya, “Dan berpeganglah kamu sekalian kepada tali agama Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh (bercerai-berai).” (QS. Ali Imran : 103)
Jadi, semakin jelas bagi kita kaum muslimin, bahwa kehidupan berjama’ah di bawah pimpinan seorang imaam merupakan salah satu syarat diterimanya ibadah yang dilakukan di mata Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Semoga niat hati kita semakin teguh untuk selalu muhasabah (introspeksi) atas semua ibadah yang sudah sedang, atau akan kita lakukan selama ini. Dan berharaplah kepada Allah agar ibadah-ibadah yang dilakukan bisa diwujudkan dalam bentuk kehidupan berjama’ah dan berimamah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa salam dan para sahabat. Sehingga setiap manusia menyadari bahwa tugas utamanya di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah semata, tidak untuk bermain-main. Wallahu a’lam bisshawab. (Bahron Ans./MDP)
Selasa, 12 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.