Selasa, 12 Januari 2010

Jangan Putus Asa

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas RA disebutkan bahwa telah datang
seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. Dia lalu berkata, ''Ya, Rasulullah,
sesungguhnya aku telah berbuat dosa.'' Nabi menjawab, ''Mintalah ampun kepada Allah.'' Lelaki
itu kembali berkata,
''Aku bertobat, kemudian kembali berbuat dosa.


'' Nabi bersabda, ''Setiap kali engkau berbuat dosa, maka bertobatlah,
hingga setan putus asa.'' Lelaki itu berkata lagi, ''Ya, Nabi Allah, kalau
begitu dosa-dosaku menjadi banyak.'' Maka, Nabi bersabda lagi, ''Ampunan
Allah SWT lebih banyak daripada dosa-dosamu.''

Hadis Nabi Muhammad SAW ini mengisyaratkan bahwa meminta ampunan
kepada Allah SWT selalu berkaitan dengan dosa dan salah. Meminta ampun
seringkali dihubungkan dengan bertobat kepada Allah SWT.

Keduanya merupakan aktivitas keagamaan yang harus dilakukan setiap
manusia. Sebab, manusia adalah ciptaan Allah SWT yang secara fitrah
dibekali dengan sikap salah dan lupa. Permintaan ampun tidak akan
menuai hasil bila tidak disertai dengan bertobat kepada-Nya, dan meminta
maaf kepada orang yang dizalimi.

Tobat merupakan salah satu maqam di dalam dunia tasawuf. Bagi
kalangan sufi, bertobat berarti meninggalkan sesuatu yang tercela dan
terlarang yang ditetapkan di dalam ajaran agama (Islam) demi mencapai sesuatu
yang terhormat, mulia, dan terpuji di sisi Allah SWT. Bertobat adalah
pengakuan dan penyesalan terhadap perbuatan alpa dan dosa. Ketika ditanya
tentang tobat, sufi Sahl Ibn 'Abd Allah dan Al Junaid menjawab, ''Tobat ialah
engkau tidak mengingat dosamu.'' Al-Junaid menjelaskan bahwa
melupakan dosa berarti tidak lagi mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat yang
melekat dalam hati.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi seseorang bila tobatnya ingin
diterima Allah.
Pertama, menyesali diri, karena telah telanjur melakukan
maksiat dan melanggar ketentuan-ketentuan agama.

Kedua, menjauhkan dan meninggalkan diri dari semua maksiat kapan dan
di mana saja berada.

Ketiga, berkemauan dan berjanji pada diri sendiri secara
sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi kemaksiatan, karena menyadari bahwa
perbuatan
maksiat menghalangi hubungan dia dengan Tuhannya dan dapat memutus
hubungan dengan sesamanya.

Terakhir, orang yang telah berbuat salah dan mau bertobat, harus
meminta maaf kepada orang yang dizalimi. Meminta dan memberi maaf merupakan
dasar bagi terwujudnya ishlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.