Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Allah SWT menamakannya dengan 'musibah maut', "...jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya (musibah) kematian...." (Qs. Al-Maidah :106). Bila seorang hamba ahli keta'atan didatangi kematian, ia menyesal mengapa tidak menambah amal shalihnya selama hidup di dunia. Sebaliknya, bila ia seorang ahli maksiat yang didatangi oleh kematian, maka ia akan menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi sehingga dapat bertaubat kepada Allah SWT dan beramal shalih. Namun, itu semua mustahil dan tidak akan pernah terjadi. (Qs. Fushshilat : 24, Qs. Al-Mu'minun : 99-100)
Kematian juga merupakan penghancur segala kenikmatan. Itulah mengapa mati dikatakan sebagai musibah paling besar dibanding gempa bumi, tsunami, banjir dan kemarau panjang. Nabi SAW bersabda, "Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)," (HR. At-Tirmidzi).
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi padat, menghimpun makna peringatan dan mengandung nasihat yang teramat dalam. Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal itu masih memungkinkan untuk dicapainya.
Karena itu, jiwa yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan wejangan yang lebih lama dari para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Allah ubhanahu wata’ala dalam surat Ali 'Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati) sudah cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”
Meskipun kematian yang bakal menimpa setiap anak Adam merupakan musibah yang paling besar, namun siapa saja dari orang beriman yang paling banyak mengingatnya, maka ia termasuk orang-orang yang cerdik. Suatu ketika, Ibnu Umar ra pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah SAW sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “Mereka (adalah) yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat." (HR. Ath-Thabrani)
Meskipun kematian merupakan musibah paling besar, namun bagi seorang muslim yang cerdas, tentu dari jauh-jauh hari ia sudah mempersiapkan segalanya sebagai bekal bila sewaktu-waktu kematian itu dating. Wallahua’lam.
Selasa, 12 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.