Selasa, 19 Januari 2010

Tipudaya Dunia

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
[Qs. Al Ankabut: 64]

Raphel De Rotschild-cucu orang super kaya Prancis, Elie De Rotschild—ditemukan tewas mengenaskan di apartemen mewahnya di New York. Ahli waris dinasti finansial raksasa Yahudi itu tidak mampu menahan kelebihan overdosis narkotika di usia mudanya, 23 tahun.


Kekayaan milyaran dolar yang dimilikinya ternyata tak berharga sedikitpun dibanding timbunan tanah yang mengubur jasadnya.

Penggalan kisah mengenaskan di atas mengingatkan kita pada apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hai Abu Hurairah, maukah aku tunjukkan kepadamu tentang dunia ini?”

Abu Hurairah menjawab, “Mau, wahai Rasulullah?” Kemudian Rasulullah SAW memegang tanganku dan mengajakku pergi. Akhirnya, Nabi SAW berhenti di satu tempat yang penuh dengan kotoran. Di situ, ada tengkorak manusia yang berserakan, dan tulang belulangnya pun berserakan.

Selain itu, ada juga kain-kain yang telah hancur terkena kotoran. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Wahai Abu Hurairah, ini adalah tengkorak manusia sebagaima engkau lihat sendiri. Kepala-kepala ini seperti kepala kalian. Kepala-kepala ini dulu penuh dengan keinginan dan angan-angan untuk mengumpulkan dan menguasai dunia beserta isinya. Namun sekarang, tulang belulang mereka berserakan, jasad-jasad mereka hancur berantakan sebagaima kamu lihat dan kain-kain itu dulunya adalah perhiasan yang mereka banggakan.

Akan tetapi sekarang, kain-kain itu ditiup angin dan dicampakkan ke dalam kotoran ini. Tulang belulang ini dulu ketika di dunia mereka gerakkan untuk mengelilingi dunia dari segala penjurunya dengan sesuka hati mereka.

Sedangkan kotoran-kotoran ini adalah makanan lezat mereka dahulu. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. Bahkan cara harampun mereka tempuh demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagian mereka merampasnya dari sebagian yang lain, maka sekarang mereka dicampakkan ke dalam kebusukan yang luar biasa, sehingga tak seorang pun mau memdekatinya, sebab baunya menyesakkan dada.”
Dalam kitab Irsyadul ‘Ibad, Allaits meriwayatkan dari Jarir berkata, Seseorang datang kepada Nabi Isa As dan berkata, “Saya ingin bersahabat dengan anda dan selalu ingin bersama anda.”

Nabi Isa pun menyetujui. Maka berjalanlah keduanya melalui tepi sungai. Ketika hari beranjak siang, maka keduanyapun makan. Mereka memakan tiga potong roti. Nabi Isa As satu potong, orang tersebut satu potong dan sisanya satu potong. Tak lama setelah makan, Nabi Isa As pergi kesungai untuk minum.

Saat kembali, ia tak menemukan sisa sepotong roti tadi ditempat mereka istirahat. Lalu, Nabi Isa As bertanya kepada temannya itu, “Siapa yang mengambil sisa sepotong roti tadi?” pinta Nabi isa. Orang itu menjawab, “Tidak tahu.” Maka Nabi Isa As mendiamkannya dan mereka meneruskan perjalanannya. Ditengah perjalanan, mereka melihat seekor rusa dan kedua anaknya. Lalu Nabi Isa As memanggil salah satu anak rusa itu dan disembelihnya, dibakar dan dimakan oleh keduanya. Setelah makan, Nabi Isa As menyuruh anak rusa yang mati itu hidup kembali. Nabi Isa As bertanya lagi kepada temannya, “Demi Allah yang telah memperlihatkan kekuasaan-Nya padamu. Siapakah orang yang mengambil sepotong roti tadi?” Orang itu menjawab, : “TIDAK TAHU.”

Kemudian mereka berdua melanjutkan perjalanan kembali hingga hingga sampailah mereka ditepi sungai. Lalu Nabi Isa As memegang tangan orang itu dan mengajaknya berjalan di atas air hingga keduanya sampai di seberang.
Nabi Isa As kemudian bertanya untuk kesekian kainya, “Demi Allah, yang telah memperlihatkan bukti ini kepadamu, siapakan yang mengambil roti itu?” Orang itu menjawab seperti semula, ‘Tidak tahu.”

Ketika perjalanan keduanya telah sampai di hutan dan saat sedang duduk sambil melepas lelah, Nabi Isa As mengambil tanah dan krikil lalu diperintahnya, “Jadilah emas dengan izin Allah.” Maka seketika kerikil dan tanah itu berubah menjadi emas. Lalu Nabi Isa As membagi emas itu menjadi tiga bagian. “Untukku sepertiga, untukmu sepertiga dan untuk yang mengambil sepotong roti tadi sepertiga,” kata Nabi Isa As.
Mendengar pembagian itu, seketika orang tersebut berkata, “Akulah orang yang telah mengambil sepotong roti tadi.” Nabi Isa As menimpali, “Kalau begitu, ambillah semua emas ini untukmu.” Lalu, Nabi Isa As dan orang itupun berpisah.

Beberapa saat kemudian, orang itu didatangi oleh dua orang perampok. Karena takut, maka orang itu berkata, “Bagaimana jika emas ini kita bagi tiga saja?” Kedua perampok itu menyetujuinya. Karena merasa lapar, salah seorang di antara mereka diminta untuk membeli makanan ke pasar. Dalam hati orang yang pergi ke pasar itu berkata, “Mengapa emas itu harus dibagi tiga. Lebih baik makanan ini aku beri racun agar emas-emas itu menjadi milikku semua.”

Maka, makanan itupun ia beri racun. Dengan tenang ia melangkah pulang ke tempat dimana dua temannya sedang menunggu.

Sementara, kedua temannyapun berpikir picik. Mereka berembuk untuk melenyapkan temannya yang sedang membeli makanan tadi. Salah seorang dari keduanya berkata, “Mengapa emas-emas ini harus dibagi tiga, lebih baik emas-emas ini kita bagi dua saja.” Seorang lagi menjawab, “Lalu, bagaimana caranya agar emas ini bisa dibagi kita berdua saja?”

“Setelah dia kembali (orang yang pergi ke pasar), maka kita bunuh saja dia,” jelasnya. Keduanya pun sepakat untuk mewujudkan niat jahatnya.

Setelah orang yang membeli makanan tadi datang, seketika mereka membunuhnya. Maka kini tinggal mereka berdua. Karena sangat lelah dan lapar, maka keduanya segera saja menyantap makanan yang tadi sudah diberi racun oleh temannya yang terbunuh.
Tak berapa lama, kedua orang itu tampak meregang kesakitan dan akhirnya tewas karena makanan beracun itu. Posisi mereka mengelilingi emas yang diperebutkan. Ketika Nabi Isa As kembali dalam perjalanan pulang dan melewati hutan itu kembali, ia menyaksikan tiga mayat yang di antaranya ada setumpuk emas. Maka Nabi Isa As berkata kepada para pengikutnya, “Inilah gambaran dunia, maka berhati-hatilah kamu sekalian dari akibat yang ditimbulkannya.”

Itulah perumpamaan dunia yang telah digambarkan oleh para Nabi kepada umatnya agar bisa mengambil ibroh darinya. Setiap muslim pasti mengakui bahwa sebenarnya dunia ini hanya sebuah fatamorgana. Tipudayanya bak ular berbisa yang bisa meracuni iman yang lemah.

Saudaraku, bagi setiap muslim, dunia hanya sarana untuk meraih kedudukan tertinggi di sisi Allah, Tuhan semesta alam. Seorang muslim yang shahih imannya, tentu akan selalu berdoa agar hatinya tidak tertipu dengan kemilaunya dunia.

Bagi orang yang beriman, dunia ini hanyalah bagian terkecil yang Allah berikan kepada seluruh makhluk hidup. Perbandingan dunia dengan akhirat hanya 1 : 99 %. Satu itu pun masih harus dibagi-bagi lagi kepada seluruh makhluk hidup di dunia ini. Ia sadar bahwa puncak dari keimanan adalah bersikap wara dan qonaah terhadap segala pemberian dari Allah SWT.

Namun demikian, bukan berarti seorang muslim tidak boleh mengambil dunia. Ia tetap harus mencari dunia, sebab bagaimanapun dunia adalah sarana dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Karena itu, seorang muslim yang baik senantiasa berdoa seperti doanya Khalifah Umar bin Khattab, “Ya Allah, jadikanlah dunia fana ini ada dalam genggaman tanganku. Tetapi, janganlah Engkau jadikan aku tergenggam oleh dunia fana ini.

Sekali lagi, orang beriman, bukan tidak boleh memiliki dunia, namun ia sangat berhati-hati dalam mencarinya. Bahkan dalam doanya, orang beriman tidak saja meminta kebaikan untuk dunianya tapi juga untuk kebaikan akhiratnya. Hal ini seperti yang sering kita dengar, “rabbana atina fiddunya hasanah wafilakhiratihasanah...Wallahua'lam. [Abu Labib ‘Abdullah: dari berbagai sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selama anda membaca tulisan dalam blog ini, maka silahkan komentari.